Ahad 27 Jun 2021 20:51 WIB

Bima Arya: PPKM Belum Maksimal, Perlu Lebih Ketat

PPKM harus dibarengi dengan kebijakan yang lebih berskala makro dan lebih ketat.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Mas Alamil Huda
Petugas Satpol PP Kabupaten Badung menghentikan warga negara asing (WNA) yang melanggar protokol kesehatan saat operasi penertiban prokes dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di Desa Canggu, Badung, Bali, Jumat (25/6/2021). Tim satgas gabungan menindak sebanyak 18 orang WNA yang berasal dari berbagai negara tersebut untuk memberikan efek jera agar menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran varian baru COVID-19 di kawasan pariwisata itu.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Petugas Satpol PP Kabupaten Badung menghentikan warga negara asing (WNA) yang melanggar protokol kesehatan saat operasi penertiban prokes dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di Desa Canggu, Badung, Bali, Jumat (25/6/2021). Tim satgas gabungan menindak sebanyak 18 orang WNA yang berasal dari berbagai negara tersebut untuk memberikan efek jera agar menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran varian baru COVID-19 di kawasan pariwisata itu.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro belum maksimal. PPKM dinilai harus dibarengi dengan kebijakan yang lebih berskala makro dan lebih ketat.

Menurut dia, kebijakan reaktif, insidental, seperti pelarangan mudik, pembatasan mobilitas, realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan. "Jadi PPKM yang kita terapkan sekarang ini terlihat belum maksimal untuk mengatasi persoalan yang semakin berat," ujar dia ketika menggelar konferensi pers di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Ahad (27/6).

Bima Arya menuturkan, PPKM tidak akan efektif apabila tidak bersamaan dengan pembatasan yang lebih ketat lagi dalam kebijakan yang lebih makro. Terkait penamaan pembatasan wilayah, hal itu diserahkan ke pemerintah pusat. Hanya saja, pemerintah daerah perlu persiapan sehingga kebijakan sebaiknya tidak diberlakukan secara tiba-tiba.

“Karena kita perlu melakukan pengondisian anggaran di sektor formalnya, dan di sektor informalnya kita perlu mobilisasi solidaritas warga semua supaya memastikan warga tetap bisa makan. Terutama yang kerjanya harian, lepasan,” ujar Bima.

 

Bima mengusulkan pemerintah pusat agar kembali menerapkan pembatasan ketat di wilayah Jabodetabek seperti pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama. Usul itu disampaikan lantaran angka kasus Covid-19 saat ini terus meningkat dan tidak terkendali. 

"Situasi Covid-19 sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah nyaris melampaui kapasitas kita semua untuk menangani. Jadi saya kira memang pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat. Mungkin tidak dipukul rata secara nasional, tapi bisa diberlakukan sesuai dengan kedaruratan di wilayahnya,” kata Bima.

Bima Arya mengaku, usulan tersebut akan disampaikan hari ini ke pemerintah pusat. Dia pun telah menjalin komunikasi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan menyampaikan data-data kenaikan angka kasus Covid-19 di Kota Bogor.

“Ini saya kira masukan agar didengar oleh pemerintah pusat, kementerian terkait. Karena kepala daerah terbatas kewenangannya. Di sisi lain kita melihat tenaga kesehatan (nakes) bertumbangan. Yang kita bisa lakukan adalah sesuai dengan kewenangan kita,” tuturnya.

Lebih lanjut, Bima Arya mengatakan, pengetatan di wilayah dengan pembatasan mobilisasi orang, penutupan tempat usaha, atau pembatasan aktivitas dianggap solusi dan bisa menekan laju peningkatan kasus Covid-19. Namun dilakukan per wilayah, tidak secara nasional.

Dengan demikian, sambung dia, asumsi dan perhitungan kemungkinan besar harus berubah. Karena, menurutnya, situasi saat ini tidak sama lagi di mana varian baru Covid-19 bermunculan. Kecepatan penyebarannya mungkin tidak bisa diimbangi dengan vaksinasi. Termasuk juga penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit tidak bisa mengimbangi jumlah nakes yang terpapar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement