REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, tak mempersoalkan kebijakan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang melakukan mutasi pegawai Kementerian Sosial, yang diduga terlibat korupsi bansos Program Keluarga Harapan (PKH) 2020-2021. Muhadjir menyebut, kebijakan tersebut merupakan hak prerogatif Risma sebagai pimpinan dari kementerian tersebut.
"Saya kira kebijakan itu biasa saja, enggak ada yang salah," ujar Muhadjir saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Muhadjir juga meyakini, Risma telah mempertimbangkan berbagai hal saat menerapkan kebijakan tersebut setelah ditemukan indikasi pegawai yang terlibat korupsi. Hal ini untuk memastikan kepemimpinan di eranya bebas dari tindakan korupsi.
Diketahui, Risma ditunjuk sebagai mensos oleh Presiden Joko Widodo menggantikan Menteri Sosial Juliari Batubara, yang sebelumnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19
"Itu karena saya kira hanya pertimbangan-pertimbangan Ibu Mensos menjaga agar lingkungan birokrasi yang beliau pimpin clear, karena itu memang beliau tidak ikut-ikutan kan," ujarnya.
Meski demikian, Muhadjir menilai, kebijakan mutasi pegawai tersebut tidak kemudian serta merta menghilangkan kasus hukum dari pegawai yang terindikasi terlibat rasuah tersebut. Sehingga, KPK dapat terus melakukan pendalaman kasus korupsi di lingkungan Kemensos.
"Tapi kan itu bukan berarti bahwa kemudian urusan hukumnya kemudian bisa hilang begitu saja karena dipindah," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan sempat mendapatkan kabar pegawainya yang diduga terlibat korupsi bansos untuk KPM Program Keluarga Harapan (PKH) 2020-2021. Dengan modal informasi itu, dia melakukan rotasi pegawai terkait agar tidak memiliki jabatan strategis maupun ditempatkan di kantor pusat Kemensos.
“Nah, karena itu, kemudian ada info ini (pegawai direktorat lain) yang (diduga) terlibat (korupsi), langsung saya pindah ke suatu tempat yang dia tidak megang keuangan yang berat,” kata Risma kepada awak media di kantornya, Rabu (24/5/2023).
Dia menjelaskan, rotasi yang dilakukan terhadap beberapa orang itu untuk meminimalkan risiko. Terutama, upaya itu untuk menghindarkan dirinya dari pemeriksaan.
"Yang jelas itu sudah gak ada semua staf itu di kantor pusat. Itu saja. Saya pindah, karena kalau ada salah kan saya harus periksa,” ujar dia.
Ditanya dari jabatan apa maupun dirotasi ke mana, Risma enggan menjawabnya. Pun dengan jumlah orang yang diduga terlibat. Menurut dia, info itu hanya dia dengar secara selintas dan tidak bisa diinformasikan kepada awak media.
Selain adanya rotasi kepada pegawai terkait, dia juga mengatakan ada pegawai lain yang menempati posisi nonjob. Pasalnya, jika langsung memberi tahu dugaan yang ada, dia khawatir dituntut balik.
“Saya memang ada yang saya nonjobkan. Makanya itu, ya sudah, yang penting dia tidak pegang yang strategis,” kata mantan wali kota Surabaya itu.