Kamis 14 Nov 2024 06:46 WIB

Cerita Ismail Faruqi Korban Perundungan yang Alami Bipolar Disorder di Bandung

Penyakit bipolar yang dialami Islamail berupa gangguan mood atau suasana hati

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Muhammad Ismail Faruqi (24 tahun) seorang penyintas Bipolar Disorder tengah mengikuti kegiatan diskusi kesehatan di Bandung, Selasa (12/11/2024) malam. Ia mengalami bipolar disorder sejak kelas 2 SMA.
Foto: M Fauzi Ridwan
Muhammad Ismail Faruqi (24 tahun) seorang penyintas Bipolar Disorder tengah mengikuti kegiatan diskusi kesehatan di Bandung, Selasa (12/11/2024) malam. Ia mengalami bipolar disorder sejak kelas 2 SMA.

REJABAR.CO.ID,  BANDUNG--Muhammad Ismail Faruqi, pemuda berusia 24 tahun asal Kota Bandung menjadi salah satu korban perundungan sejak duduk di bangku sekolah. Akibat tekanan tersebut, dan tekanan yang didapati selama sekolah, ia didiagnosis dokter mengidap bipolar disorder manik atau tipe satu.

Sejak didiagnosis bipolar disorder tahun 2016 atau saat duduk di bangku kelas 2 SMA, selama dua tahun sejak tahun 2016 hingga 2018 ia rutin mengkonsumsi obat-obatan mengobati bipolar disorder. Ia pun rutin berkonsultasi kepada psikiater di rumah sakit.

Baca Juga

Pascatahun 2018, ia sempat menjalani rehabilitasi di Pondok Pesantren Abah Anom Suryalaya. Namun, Ismail merasa tidak cocok dengan pengobatan yang dilakukan di sana. Sehingga, setelah empat bulan berjalan memilih keluar.

Sejak keluar dari rehabilitasi, ia saat ini hanya mendapatkan suntikan selama tiga bulan sekali untuk menurunkan gejala bipolar disorder tersebut. Untuk mengurangi gejala itu pun, sehari-hari ia aktif di Komunitas Ruang Curhat Salman ITB termasuk salah satunya mengikuti kegiatan seminar kesehatan mental yang diadakan oleh Yayasan Baitnet Cipta Madani, Selasa (12/11/2024).

"Jadi memang penyakitnya gangguan mood atau suasana hati, seketika moodnya naik bisa hype banget bisa sampai gak abis energinya. Kalau turun gak ngapa-ngapain sampai berpekan-pekan itu saya alami dari 2016," ujar Ismail ditemui belum lama ini.

Sebelum mengetahui diagnosis dokter, ia mengatakan teman-teman sebayanya melihat dirinya mulai berperilaku tidak pada umumnya. Ia mengaku sering keluar rumah tanpa izin, keluyuran malam bahkan mengalami halusinasi pendengaran.

Hingga akhirnya, Ismail mendapatkan diagnosis bahwa dirinya mengalami bipolar disorder. Ia pun telah mengalami fase mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi gejala bipolar disorder, rehabilitasi hingga yang terakhir suntik rutin tiga bulan sekali.

Di tengah proses perjuangannya beradaptasi dengan bipolar disorder, ia mengikuti komunitas ruang curhat di Salman ITB sejak tahun 2021. Ismail sempat putus kuliah akibat bipolar disorder meski saat ini kembali melanjutkan kuliah di bidang apoteker.

Di komunitas ruang curhat, ia terlibat dalam pelayanan curhat gratis mulai dari isu cinta, ekonomi dan lainnya. Mereka yang menggunakan layanan curhat tersebut diharapkan dapat memperoleh solusi atau mengeluarkan kegelisahan di dalam diri.

Ismail menyebut mereka yang memiliki bipolar disorder cukup banyak di Kota Bandung dan tergabung di dalam komunitas. Para penyintas tersebut berusia dari remaja hingga orang tua. "Latar belakang kenapa bipolar disorder beragam, kalau saya sendiri capai sekolah dan kuliah dan ada bully di sekolah," katanya.

Terkait fenomena generasi Z yang rentan terhadap kesehatan mental, ia pun angkat bicara. Ismail mengatakan generasi Z banyak yang peduli terhadap kesehatan mental. Namun, seringkali masalah-masalah yang muncul sering langsung dikategorikan kesehatan mental. "Apa-apa kesehatan mental padahal gak semua kesehatan mental tapi penting disadari dan dipelajari," kata dia.

Ustaz Budi Prayitno menilai agama merupakan salah satu sumber besar untuk mengatasi kesehatan mental. Ia menyadari banyak yang mengalami kesehatan mental tidak merasa nyaman dan terbuka karena takut dinilai tidak beragama.

"Memang tidak boleh dijustifikasi orang yang tidak sehat mental, gak beragama. Itu sering (mereka) tidak suka ngobrol. Tidak kesitu tapi tidak boleh diingkari untuk mendapatkan kesehatan mental paripurna  ada di agama," kata Ustaz Budi.

Ia menyebut aktivitas beragama tidak hanya ritual saja akan tetapi baik juga secara sosial. Oleh karena itu, hal itu harus dikampanyekan kepada generasi Z agar muncul kepercayaan di kalangan mereka.

"Contoh gampang kalau balik ke agama, belajar dapat nilai terbaik tidak nyontek, agama mengajarkan kerja keras. Agama  menjanjikan keberhasilan asal sungguh sungguh itu nilai di agama," kata dia.

Ketua Pembina Yayasan Baitnet Cipta Madani Wien Hartono mengatakan isu kesehatan mental banyak dirasakan oleh generasi z. Ia mengatakan pihaknya mendorong agar pemerintah turun tangan mengatasi permasalahan tersebut menggandeng komunitas yang fokus di bidang tersebut.

Salah satu mencegah terjadi kesehatan mental, Wien menyebut harus membangun lingkungan kondusif untuk memberikan rasa aman dan berkreasi.

Calon Wali Kota Bandung nomor urut 2 Haru Suandharu menilai kesehatan mental yang baik salah satunya harus terjadi kepercayaan di antara generasi Z dengan yang lain. Kepercayaan tersebut menjadi modal sosial dalam beraktivitas dimanapun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement