REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) merespons dugaan suap pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menjerat empat orang hakim. SHI menyadari kasus itu bisa mencoreng wajah peradilan.
SHI merupakan kelompok hakim yang menyuarakan kenaikan gaji bagi hakim pada tahun lalu. Permintaan itu akhirnya mendapat respons positif dari Presiden Prabowo Subianto yang ingin adanya kesejahteraan bagi para hakim.
"Kasus ini jelas mencoreng wajah peradilan, tapi tidak boleh melemahkan semangat ribuan hakim yang tetap setia menjaga integritas," kata Juru Bicara SHI, Fauzan Ar-Rasyid kepada Republika, Selasa (15/4/2025).
SHI memandang inilah momentum untuk mempercepat reformasi dari dalam tubuh peradilan. Caranya dengan memperbaiki sistem rekrutmen, promosi, pengawasan, dan kesejahteraan.
"Satu pelanggaran tidak boleh mematikan perjuangan kolektif karena masih banyak hakim yang bersih, bekerja dalam sunyi, dan layak dibela oleh keadilan itu sendiri," ujar Fauzan.
SHI juga menyadari kasus ini bisa saja menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat dan berpengaruh terhadap perjuangan peningkatan kesejahteraan hakim. SHI mengakui akan ada suara-suara sinis yang menyindir hakim yang baru saja minta naik gaji tapi malah masih ada yang tertangkap di kasus suap.
"Namun penting untuk ditegaskan yang tertangkap adalah individu, sementara yang menuntut keadilan kesejahteraan adalah profesi. Jangan biarkan satu pelanggaran pribadi mengubur ribuan perjuangan kolektif yang jujur," ujar Fauzan.
SHI menegaskan kesejahteraan adalah hak, bukan hadiah. SHI meyakini justru dengan gaji yang lebih layak maka ruang-ruang godaan bisa dipersempit dan integritas bisa diperkuat.
"Kasus seperti ini bukan alasan untuk menghentikan perjuangan, tetapi alas an tambahan mengapa perjuangan itu harus segera dituntaskan," ucap Fauzan.
Selain itu, SHI mengajak publik untuk tidak menukar kemarahan terhadap satu kasus dengan ketidakadilan baru bagi ribuan hakim lain yang tetap lurus dalam diam.
"Kita bisa marah, tapi mari tetap adil. Karena membenahi sistem dan menyejahterakan penegak hukum adalah cara paling masuk akal untuk mencegah kasus serupa terulang kembali," ujar Fauzan.