REJABAR.CO.ID, PANGANDARAN — Polres Pangandaran masih melakukan penyelidikan terkait masalah tabungan siswa SD yang tak bisa dicairkan. Polisi sudah meminta keterangan dari sejumlah orang soal masalah tabungan siswa itu.
Menurut Kepala Polres (Kapolres) Pangandaran AKBP Hidayat, sejauh ini sudah ada sekitar 25 saksi yang dimintai keterangan. “Sampai saat ini kami belum tetapkan tersangka. Kami masih dalam penyelidikan,” kata Kapolres kepada wartawan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Senin (10/7/2023).
Kapolres mengatakan, Polres Pangandaran juga membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang mengalami masalah dalam pengambilan tabungan siswa. Masyarakat dipersilakan melapor.
“Kami membuka pos pengaduan di Polres Pangandaran. Bagi orang tua siswa yang mengalami kerugian, silakan melaporkan,” kata Kapolres.
Menurut Kapolres, posko pengaduan dibuka untuk memudahkan masyarakat yang akan melapor. Selama ini, kata dia, polisi juga mengalami kendala dalam mengumpulkan keterangan dari korban atau saksi.
“Selama ini, mereka dipanggil, tidak langsung datang. Mereka masih menunggu uang dikembalikan, merasa tidak perlu melalui jalur hukum,” kata Kapolres.
Persoalan tabungan siswa SD yang tak bisa cair itu juga menjadi atensi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran. Bupati membentuk tim khusus untuk mencari solusi permasalahan itu dan mengupayakan pengembalian tabungan siswa.
Berdasarkan catatan sementara dari tim Pemkab Pangandaran, yang diterima Republika, Juni lalu, uang tabungan siswa SD di wilayah Kecamatan Cijulang tersimpan di satu koperasi dan guru, dengan jumlah sekitar Rp 3,67 miliar. Perinciannya, di koperasi sekitar Rp 2,309 miliar dan yang berada di guru berjumlah sekitar Rp 1,372 miliar.
Sementara di Kecamatan Parigi, uang tabungan siswa yang berjumlah sekitar Rp 3,8 miliar disebut tersimpan di guru, Koperasi HPK, dan Koperasi HPR. Perinciannya, di guru sekitar Rp 77 juta, di Koperasi HPK sekitar Rp 2,387 miliar, dan di Koperasi HPR sekitar Rp 1,416 miliar.