REJABAR.CO.ID, DEPOK — Anggota Komisi D DPRD Kota Depok Ikravany Hilman menindaklanjuti informasi soal dugaan sumbangan atau pungutan Rp 2,8 juta di SMK Negeri (SMKN) 1 Depok, Jawa Barat. Ia mengklarifikasi langsung kepada pihak sekolah.
“Karena ada informasi kepada kami soal sumbangan-sumbangan, jadi saya datang. Walaupun SMK itu kewenangan provinsi, tapi yang sekolah di sini kan warga Depok. Sebagai anggota DPRD, maka saya klarifikasi ke sini,” kata Ikravany.
Ikravany mendatangi SMKN 1 Depok pada Senin (11/9/2023). Berdasarkan penjelasan pihak sekolah, kata dia, SMKN 1 membutuhkan dana untuk menunjang program-program yang tidak terkover oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk itu, ia mengatakan, pihak sekolah berupaya melakukan penggalangan dana dari orang tua siswa.
Menurut Ikravany, sumbangan untuk kebutuhan sekolah itu sifatnya tidak wajib. “Ini saya sampaikan juga kepada seluruh orang tua siswa, bahwa tidak ada sumbangan yang sifatnya wajib dan mengikat. Tapi, bahwa ada kebutuhan sekolah, itu betul, sehingga ada sumbangan yang sifatnya sukarela,” katanya.
Dari penjelasan pihak sekolah, Ikravany mengatakan, tidak ada perlakuan berbeda terhadap siswa yang orang tuanya tidak memberikan sumbangan. “Tidak ada implikasi atau akibat terhadap proses belajar mengajar siswa terkait dengan sumbangan,” ujar dia.
Ikravany menjelaskan, berdasarkan ketentuan, pihak sekolah diperbolehkan meminta sumbangan kepada orang tua siswa. Namun, kata dia, sifatnya sukarela, tidak dipatok nominalnya atau dipukul rata.
“Kalau sifatnya sumbangan boleh. Dalam peraturan perundangan boleh ada sumbangan. Tapi, sumbangan kan enggak bisa dipatok Rp 2 juta per orang kayak begini, itu yang enggak boleh. Kasih saja ini kebutuhannya bapak ibu, kebutuhan anak-anak kita, bagaimana caranya bantu,” kata Ikravany.
Ikravany mengimbau orang tua siswa melapor jika ada sekolah yang mewajibkan sumbangan. Wakil Kepala SMKN 1 Depok Bidang Kemitraan, Enden, mengeklaim pihak sekolah sudah berupaya mencari dana dari CSR perusahaan untuk pemenuhan kebutuhan sekolah. Namun, tak kunjung direspons. Karena itu, pihak sekolah berupaya menggalang dana dari orang tua siswa.
Menurut Enden, nominal Rp 2,8 juta yang dipaparkan dalam rapat dengan wali murid bukanlah besaran sumbangan yang diminta, melainkan angka kebutuhan sekolah. “Bentuknya yang pasti bantuan, namun itu tidak dipaksakan. Adapun angka itu adalah angka kebutuhan,” kata Enden.