REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto memprediksi, jumlah pelanggaran netralitas ASN pada pemilihan umum (Pemilu) ke depan, akan mencapai angka 8.000-10.000 kasus. Angka itu datang dari perhitungan matematis pada Pilkada 2020 yang hanya dilakukan di 270 daerah, tapi menimbulkan pelanggaran netralitas ASN sekitar 2.304 kasus.
"Sementara pesta demokrasi tahun depan, ada Pileg, Pilpres, dan Pilkada serentak yang memiliki potensi empat sampai lima kali pelanggaran. Kalau dihitung matematikanya kira-kira 8.000-10.000 pelanggaran. Jadi, kami akan kerja keras dan tentu saja kami harus bekerja sama dengan berbagai pihak," kata Agus dikutip dari laman resmi KASN, Senin (18/12/2023).
Agus menambahkan, saat ini, terdapat indikasi pelanggaran netralitas ASN di beberapa daerah. Sebab itu, KASN terus mengumpulkan laporan pelanggaran dan bukti dukung untuk kemudian dikaji. Selanjutnya jika nanti sudah terbukti, KASN akan memberikan rekomendasi terkait sanksi yang sesuai.
Dengan begitu, Agus kembali mengingatkan, kepada para ASN untuk tidak mengekspresikan dukungan mereka ke salah satu peserta pemilu. Sebab, kata dia, hal tersebut dapat mengganggu kestabilan pelayanan publik. Dia mengingatkan, pula, ASN memang punya hak pilih, tapi hanya dapat ditunjukkan di bilik suara.
"Selebihnya, mereka tidak punya hak untuk mengekspresikan secara terbuka karena itu akan mengganggu konsentrasi atau fokus mereka dalam bekerja. Dan tentu saja kalau mereka tidak netral, itu akan mengganggu pelayanan publik sehingga berjalan tidak adil dan diskriminatif," jelas Agus.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, netralitas aparatur sipil negara (ASN) selalu menjadi perhatian publik menjelang pemilihan umum (Pemilu). Untuk itu, Guspardi meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengawasi hal tersebut.
"Sehingga, Bawaslu semestinya meningkatkan kinerjanya dalam mengawasi masalah netralitas ASN ini," kata Guspardi dalam keterangannya, Jumat (17/11/2023).
Guspardi memberi contoh ketika ada kepala daerah yang dalam pencalonannya didukung oleh partai politik (parpol). Menurut dia, setelah menjabat, bisa saja ada di antara mereka yang meminta ASN untuk mendukung parpol pendukungnya.
Bahkan bisa jadi, kata dia, ada oknum-oknum ASN yang mungkin memanfaatkan situasi agar dapat promosi jabatan dari kepala daerah yang bersangkutan.
"Makanya peran Bawaslu sebagai pengawas pemilu dalam memantau, menyelidiki dan menegur jika ada indikasi pelanggaran sangat penting sekali. Kapan perlu, menindak sesuai aturan hukum yang berlaku. Supaya, timbul efek jera," ujar politikus PAN itu.
Legislator Dapil Sumatera Barat II itu pun menegaskan, tugas dan wewenang yang Bawaslu miliki sudah sangat jelas. Di mana, salah satu di antaranya adalah melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu.
Sebab itu, kata Guspardi, dengan segala kewenangannya, Bawaslu sebenarnya punya landasan kuat untuk mengawal, bagaimana ASN itu bisa netral. "Bawaslu harus pro aktif mengawasi sikap dan tindakan dari ASN," kata Guspardi.
Di sisi lain, Guspardi menerangkan, Bawaslu bisa melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Seperti dengan Kemenpan-RB, Kementerian Dalam Negeri, dan kementerian lainnya serta lembaga terkait lainnya.
Untuk itu, Guspardi menegaskan, Bawaslu mesti melakukan tindakan preventif dan rajin mengimbau para ASN agar tegak lurus, sesuai aturan yang berlaku. Dia menilai langkah proaktif Bawaslu dalam menyikapi ketidaknetralan ASN adalah sebuah keniscayaan.
Apalagi, jumlah ASN sangat besar dan merupakan tokoh di daerah tempat tinggal mereka. "Hendaknya Bawaslu harus secara konsisten dan terus menerus menyuarakan tentang netralitas ASN ini secara berkesinambungan," ucap dia.