REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita 218 item jamu ilegal atau sebanyak 217.475 pieces di Kota Bandung dan Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Nilai ekonomi ratusan jamu ilegal yang disita mencapai kurang lebih Rp 8,1 miliar.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengatakan petugas bersama aparat kepolisian dan kejaksaan Jawa Barat telah menyita ratusan jamu ilegal dari agen obat pada akhir September lalu. Pengungkapan peredaran jamu ilegal pada agen-agen dilakukan pada empat titik lokasi.
"Jumlah barang bukti obat bahan alam ilegal yang disita 218 item atau 217,475 pieces dengan nilai keekonomian Rp 8,1 miliar," ucap dia di Kantor BPOM Bandung, Senin (7/10/2024).
Selama proses pengungkapan di empat tempat, Taruna melanjutkan lokasi-lokasi tersebut dipakai untuk tempat pengadaan obat, penyimpanan, peredaran dan penjualan produk obat ilegal. Produk ilegal yang disita diperoleh agen dari sumber ilegal yang masih dalam penelusuran dan pengembangan.
Ia melanjutkan para agen tersebut hendak mengedarkan ratusan jamu ke toko jamu di Jawa Barat seperti Bandung, Cimahi, Purwakarta, Depok dan Subang. Pihaknya masih melakukan pengujian di laboratorium.
"Agen obat bahan alam ilegal tersebut diduga mengedarkan obat bahan alam yang tidak memiliki izin edar BPOM dan tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan khasiat, manfaat, dan mutu, serta diduga mengandung bahan kimia obat," kata Taruna.
Taruna menyebut jamu ilegal tersebut memiliki bahan kimia obat seperti sildenafil sitrat, fenilbutazon, metampiron, piroksikam, parasetamol, dan deksametason. Beberapa produk masuk dalam public warning BPOM seperti Cobra X, Spider, Africa Black Ant, Cobra India, Tawon Liar, Wan Tong, Kapsul Asam Urat tcu, Antanan, Tongkat Arab, dan Xian Ling.
"Konsumsi obat bahan alam tanpa izin edar dan atau mengandung bahan kimia obat sangat berisiko bagi kesehatan, bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya bahkan kematian,” kata dia.
Taruna menambahkan hasil operasi penindakan masih dalam proses penyidikan. Pelaku pelanggaran akan diproses sesuai pasal 435 jo. pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
"Pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar," kata dia.