Jumat 01 Nov 2024 17:19 WIB

Cegah Gagal Panen, BMKG Minta Petani Melek Perubahan Iklim

Petani harus aktif memahami dan memantau data cuaca dari BMKG dan dinas pertanian

Red: Arie Lukihardianti
Warga membawa selada air yang baru dipanen di area ladang basah kawasan Curug Bubrug Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (24/10/2024). Petani menjual selada air tidak hanya untuk pasaran lokal namun untuk pasar luar negeri juga seperti Singapura. Untuk pasar lokal sayuran air ini dihargai Rp 6.000 pr kilogram, dan luar negeri Rp 8.000 per kilogram dengan kualitas pilihan.
Foto: Edi Yusuf
Warga membawa selada air yang baru dipanen di area ladang basah kawasan Curug Bubrug Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (24/10/2024). Petani menjual selada air tidak hanya untuk pasaran lokal namun untuk pasar luar negeri juga seperti Singapura. Untuk pasar lokal sayuran air ini dihargai Rp 6.000 pr kilogram, dan luar negeri Rp 8.000 per kilogram dengan kualitas pilihan.

REJABAR.CO.ID,  BANDUNG--Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau para petani di Indonesia untuk melek terhadap kondisi perubahan iklim termasuk memahami data meteorologi. Hal itu diperlukan agar potensi gagal panen dalam sektor pertanian dapat diminimalisasi.

Data meteorologi di sektor pertanian yang dimaksud yaitu suhu, kelembapan, radiasi matahari, curah hujan dan kecepatan angin. Sebab petani menghadapi tantangan perubahan cuaca dan iklim.

Baca Juga

Menurut Direktur Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Radjab, petani menghadapi tantangan fenomena perubahan cuaca yang dinamis. Ia menyebut terjadi trend kenaikan perubahan suhu di Indonesia dalam 40 tahun terakhir mulai tahun 1981 hingga 2023. Kenaikan suhu mencapai 0,5 hingga 0,6 derajat celcius.

"Perubahan suhu terus meningkat. Petani harus beradaptasi menghadapi fenomena ini," ujar Fachri di acara simposium nasional "Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim untuk Kemandirian Pangan Menuju Indonesia Emas 2045" belum lama ini.

Ia mengatakan petani harus aktif memahami dan memantau data cuaca dari BMKG dan dinas pertanian setempat. Sehingga petani dapat menyiapkan pola tanam dan teknologi yang tepat. "Sosialisasi sekolah lapang iklim juga dilakukan secara langsung kepada para petani," kata dia.

Sementara itu, Kepala Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementan Fadjry Djufry mengatakan telag melakukan optimalisasi lahan rawa lebak dangkal di 11 provinsi di Indonesia. Total terdapat 400 ribu hektar lahan rawa yang dioptimalisasi dan baru mencapai 300 ribu hektar.

"Jadi optimalisasi lahan rawa itu memperbaiki saluran drainase di sawah-sawah, kita tahu sekian ribu sawah kita itu drainase mampet, air tidak bisa ditangani kalau hujan banjir kalau kemarau kekeringan ini diperbaiki alhamdulillah sudah berproses dan ada kurang lebih 300 ribu hektar sudah diperbaiki," katanya.

Fadjry mengatakan, pihaknya berharap 400 ribu hektar lahan rawa dapat diperbaiki dan berkontribusi terhadap indeks pertanaman. Sehingga berkontribusi terhadap produktivitas pertanian.

"Yang tidak bisa ditanami bisa ditanami, satu kali tanam jadi dua kali tanam. Di rawa sumber daya air melimpah terutama di lahan rawa lebak. Kita fokus rawa lebak dangkal yang ketinggian 50 sentimeter sampai 100," kata dia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Fadjry mengatakan periode Agustus, September hingga Oktober terjadi peningkatan luas tanam padi dalam kondisi kekeringan. Pihaknya juga saat ini berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum agar aliran air di bendungan dapat tersalurkan ke sawah tadah hujan. "Sumber daya air bendungan sudah dibangun bagaimana mendekatkan supaya tersalurkan ke sawah," kata Fadjry.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement