Selasa 30 May 2023 14:29 WIB

Denny Indrayana: Tidak Ada Putusan yang Bocor karena Memang Belum Ada Putusannya

Informasi yang dia dapatkan pun bukan berasal dari pihak-pihak di MK.

Rep: Fergi Nadira / Red: Agus Yulianto
Denny Indrayana
Foto: Republika TV/Bayu Adji P
Denny Indrayana

REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Denny Indrayana buka suara setelah komentarnya viral hingga buntut pelaporan terhadap dirinya. Dari Melbourne, Australia, dia mengungkapkan, tidak bakal masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana maupun pelanggaran etika.

"Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," ujar Denny dalam rilisnya kepada awak media pada Selasa (30/5/2023).

Menurut dia, rahasia putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ada di MK. Sedangkan, informasi yang didapatinya bukan dari lingkungan MK, hakim konstitusi, maupun elemen lain di MK.

"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," kata dia yang juga sebagai guru besar hukum tata negara.

Denny meminta semua pihak dengan hati-hati membaca frasa yang dia pilih. Pernyataannya kemarin adalah frasa "mendapatkan informasi" bukan "mendapatkan bocoran" sehingga, menurut dia, tidak ada kebocoran.

"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, "... MK akan memutuskan." Masih akan, belum diputuskan," kata Denny memerinci.

"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, sering kali dari intelijen dan saya menggunakan frasa informasi dari 'Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," kata mantan wamenkumham itu.

Denny mengaku, informasi yang dia terima sangat kredibel dan patut dipercaya. Sehingga, hal itu patut untuk disebarkan ke publik dan khalayak luas sebagai bentuk public control atau pengawasan publik. Hal ini tidak lain agar MK berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.

"Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu, ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat, dan bijak hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka mahkamah," ujar Denny.

Kendati sumber informasinya kredibel, Denny berharap, putusan MK tidak untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup pada pemilu. Dia pun mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Sebab, soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, melainkan ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy).

Dia mengungkapkan hal ini ke publik juga agar tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu. Karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi. 

Denny pun khawatir soal hukum yang dijadikan alat pemenangan Pemilu 2024. Bukan hanya di MK, melainkan juga di Mahkamah Agung.

"Secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses peninjauan kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat. Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan," ujarnya.

"Jangan sampai kedaulatan partai dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024," ujar dia lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement