REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Anggota MPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, kembali menggelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di hadapan para tokoh masyarakat, guru, dosen, dan ulama di Hotel Augusta, Kota Bandung (28/5/2023). Meski kebanyakan pesertanya sudah banyak makan asam garam kehidupan, Ledia mengingatkan bahwa masih banyak tantangan masa depan yang perlu disiapkan, utamanya dalam mendampingi generasi penerus.
‘’Kita perlu mendampingi generasi muda agar siap mengambil alih estafet kepemimpinan di negeri ini, namun kita juga harus bersama menyiapkan diri pada tantangan kebangsaan yang meliputi tantangan internal dan eksternal,’’ ujar Ledia.
“Indonesia bukan negara agama, tetapi amanah konstitusi mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk beragama dan negara pun melindungi kebebasan beragama ini,’’ papar Ledia yang juga anggota DPR RI Fraksi PKS dari daerah pemilihan Jabar 1.
Karenanya, agar terjadi implementasi beragama secara amar maruf nahi munkar di negeri ini, diperlukan untuk mendalami dan memahami kembali nilai-nilai kebangsaan yang telah diperjuangankan oleh para pendiri bangsa. Bagaimana kita menyelaraskan kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila, UUD 1945, pengukuhan NKRI, serta penerapan Bhineka Tunggal Ika di dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan internal selanjutnya, jelas Ledia, adalah fanatisme kesukuan. Padahal, para pendiri negeri ini telah berjuang dengan segenap jiwa raga untuk mempersatukan Indonesia. Untuk itu, perbedaan agama, suku, bahasa hingga warna kulit seharusnya menjadi satu keistimewaan keberagaman yang dimiliki negeri ini.
Bhineka Tunggal Ika yang merupakan semboyan bangsa Indonesia telah menjelaskan, kita berbeda namun satu. Karena perbedaan yang ada di tengah masyarakat bukan untuk dibeda-bedakan, tetapi merupakan keberagaman yang memperkuat persatuan.
“Maka menjadi tugas kita bersama utamanya orangtua, guru dan tokoh masyarakat untuk memberi teladan selain memberikan pemahaman pada generasi muda tentang implementasi persatuan dalam keberagaman,’’ katanya.
Selain tantangan internal, tantangan eksternal seperti pengaruh globalisasi juga harus siap dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata Ledia, bangsa ini harus semakin bijak bersikap dan bertindak di tengah gempuran budaya asing yang kian leluasa masuk di era keterbukaan.
Dari sisi makanan misalnya, sambung Ledia, makanan khas Korea seperti topokki/tteobokki kini semakin sering ditemui. Padahal di dalam negeri, banyak beragam olahan makanan tradisional yang tidak kalah lezatnya.
Keadaan itu, tegas Ledia, menjadi pengingat bagi semua bahwa arus globalisasi tidak bisa dibendung. ‘’Mengikuti arusnya boleh-boleh saja, namun kita tidak boleh kehilangan jati diri bangsa. Karenanya, meninggikan semangat untuk mencintai produk lokal dan bersemangat mempromosikannya harus juga menjadi bagian dari semangat membangun negeri ini,’’ tandasnya.