REJABAR.CO.ID, BOGOR — Polres Bogor mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pekerja migran di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terkait kasus itu, polisi sudah menangkap empat tersangka. Salah satu tersangka berinisial LS (49 tahun), yang disebut merupakan residivis.
Kepala Polres Bogor (Kapolres) Bogor AKBP Iman Imanuddin menjelaskan, polisi awalnya mendapat laporan dari masyarakat soal tempat penampungan pekerja migran ilegal. Setelah dilakukan upaya penyelidikan, kata dia, pihaknya menemukan unsur dugaan TPPO.
“Dari penyidikan yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor, kami sudah menetapkan empat orang tersangka untuk diminta pertanggungjawaban sebagaimana perbuatan hukum mereka,” kata Kapolres di Markas Polres Bogor, Rabu (14/6/2023).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kapolres mengatakan, diduga sindikat ini sudah memberangkatkan sekitar 60 pekerja migran secara ilegal. “Modusnya mereka mengiming-iming atau menjanjikan korban pekerjaan di luar negeri. Mereka (korban) diberangkatkan tanpa dokumen sebagaimana peraturan perundang-undangan,” katanya.
Kapolres mengatakan, keempat tersangka dikenakan Pasal 10 juncto (jo) Pasal 44 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan atau Pasal 81 jo Pasal 69 dan atau Pasal 83 jo Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia “Ancaman pidana terhadap tersangka maksimal 15 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta,” kata dia.
Polres Bogor masih berupaya mengembangkan kasus dugaan TPPO dengan modus pekerja migran ini. Menurut Kapolres, masih ada enam orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor AKP Yohannes Redhoi Sigiro menjelaskan, salah satu tersangka yang sudah ditangkap, yaitu LS, merupakan residivis. Perempuan tersebut berperan sebagai perekrut atau penyalur. “Jadi, dia pernah ditangkap, ditahan, dan dihukum dengan tindak pidana yang sama dan modus operasi yang sama,” kata dia.
Selain memberangkatkan korban tanpa dokumen yang sesuai ketentuan, Yohannes mengatakan, ada perekrut yang sempat meminta sejumlah uang kepada korban. Beberapa korban yang ingin segera mendapatkan pekerjaan disebut ada yang memberikan uang kepada perekrut.
“Ada yang bayar sekitar Rp 5 juta sampai Rp 21 juta. Memang ada yang dijanjikan uang, tapi ada juga yang justru mengeluarkan uang. Macam-macam, tergantung perekrut,” kata dia.