Selasa 15 Aug 2023 06:33 WIB

Enam Komodo yang Dilepasliarkan ke NTT Dipantau Lewat GPS

Enam ekor komodo ini merupakan hasil pengembangbiakan di Taman Safari Bogor.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Kementerian, TSI Bogor, dan PT Smelting memberangkatkan 6 ekor komodo yang merupakan hasil pengembangbiakan di TSI Bogor untuk dilepasliarkan ke cagar alam Wae Wuul, NTT.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Kementerian, TSI Bogor, dan PT Smelting memberangkatkan 6 ekor komodo yang merupakan hasil pengembangbiakan di TSI Bogor untuk dilepasliarkan ke cagar alam Wae Wuul, NTT.

REJABAR.CO.ID,  BOGOR -- Enam komodo dari Taman Safari Bogor yang dilepasliarkan ke Cagar Alam Wae Wull, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan dipasangi GPS. Enam satwa kebanggaan Indonesia itu akan dipantau mulai dari masa adaptasi di kandang habituasi, hingga masa pelepasliaran.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT, Arief Mahmud, mengatakan pihaknya sudah dukup lama menyiapkan pelepasliaran komodo ini. Awalnya, BBKSDA membangun dan menyiapkan kandang habituasi di Cagar Alam Wae Wull, yang akan digunakan proses adaptasi komodo selama kurang lebih satu bulan.

“Kami juga menyiapkan alat monitoring pascapelepasliaran. Alat ini berupa GPS collar yang akan dipasang di setiap komodo yang akan dilepasliarkan. GPS ini gunanya untuk mengetahui posisi mereka ketika dilepasliarkan,” kata Arief di Taman Safari Bogor, Senin (14/8/2023).

Arief menjelaskan, BBKSDA NTT akan mengontrol aktivitas komodo sepanjang hari. Kemudian data aktivitasnya dikirimkan ke pusat penerima.

Aktivitas para komodo ini, kata Arief, dipantau menggunakan drone yang juga sudah disiapkan. Menurutnya, sistem pemantauan ini merupakan hal yang baru dilakukan pertama kali oleh BBKSDA NTT.

“Karena selama ini kita tidak memahami perlilaku komodo secara detail. Seberapa jauh jangkauannya, berapa luas kemampuan daya jelajahnya, dengan alat ini saya kira akan ada banyak ilmu baru yang dikembangkan,” katanya.

Untuk itu, kata dia, BBKSDA juga akan bekerja sama dengan universitas dan peneliti terkait. Supaya mendapatkan hasil penelitian atas komodo yang komprehensif.

Selain itu, Arief mengatakan, BBKSDA NTT juga telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Labuan Bajo dan sekitarnya sebelum pelepasliaran enam ekor komodo dari lembaga konservasi ini. Karena Cagar Alam Wae Wull lokasinya berada di Kabupaten Manggarai Barat, Labuan Bajo yang terdapat kawasan tempat tinggal masyarakat.

“Sehingga kami memastikan bahwa program pelepasliaran ini (eks situ link to insitu) dapat dukungan dari masyarakat. Demikian juga sosialisasi kepada anak-anak sekolah di sekitar kawasan konservasi,“ jelasnya.

Kurator Reptil Taman Safari Bogor, Imam Purwadi, mengatakan sebelum dilepasliarkan, enam ekor komodo yang lahir pada 2020 ini sudah mendapat perawatan khusus. Mulai dari pakan, hingga penyesuaian suhu wilayah.

Untuk menyesuaikan suhu di wilayah asli komodo, kata Imam, Taman Safari menggunakan listrik 28.000 watt untuk memanaskan ruangan tempat perawatan komodo.

“Diatur udara di atas dan bawah berputar, pasir di bawah juga panasnya diatur. Kalau over heat langsung buang suhu. Kita menyesuaikan suhu di (habitat) aslinya maksimum bisa 40 derajat celcius,” kata Imam.

Ia menyebutkan, Taman Safari Bogor juga melatih bagaimana kemampuan para komodo berburu, kecepatan menangkap mangsa, hingga memanjat pepohonan. Sehingga, jadwal makan komodo yang biasanya rutin seminggu sekali, saat ini dimundurkan menjadi lima minggu sekali.

“Kan masih kecil, kita lihat itu semua bagaimana dia bertahan. Jadi kan di alam begitu, nggak mungkin tiap bulan dia dapat makan di alam seperti itu. Jadi kita sudah latih ke arah sana,” ujarnya.

Sebelumnya, diberitakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI memberangkatkan enam ekor komodo (Varanus komodoensis), dari lembaga konservasi satwa Taman Safari Indonesia Bogor menuju Cagar Alam Wae Wuul, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk dilepasliarkan. Enam ekor komodo ini merupakan hasil pengembangbiakan di Taman Safari Bogor.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement