REJABAR.CO.ID, BANDUNG — Selama satu pekan, jajaran Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Bandung menangkap tujuh tersangka terkait kasus peredaran ilegal obat keras terbatas. Dari para tersangka disita puluhan ribu butir obat keras.
Ketujuh tersangka diamankan selama periode 14 Agustus-20 Agustus 2023. “Total barang bukti obat keras sebanyak 53.500 butir,” kata Kepala Polresta (Kapolresta) Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo di Markas Polresta Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8/2023).
Barang bukti yang diamankan terdiri atas Trihexyphenidyl sebanyak 15.500 butir, Hexymer sebanyak 12 ribu butir, Tramadol sebanyak 21 ribu butir, dan Dextromethorphan sebanyak 5.000 butir.
Kapolresta mengatakan, tersangka pengedar obat keras ini mempunyai latar belakang berbeda-beda, antara lain buruh harian lepas, buruh perkebunan, buruh perusahaan, dan buruh katering.
Dalam mengedarkan obat keras itu, kata dia, ada yang bermodus warung tisu ataupun membawa tas pinggang. Peredaran ilegal obat keras itu disebut menyasar kalangan remaja hingga dewasa.
Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Dengan ancaman hukuman pidana penjara (maksimal) 10 sampai 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar,” kata Kapolresta.
Kapolresta mengatakan, penyidik masih mendalami kasus peredaran ilegal obat keras terbatas ini. “Insya Allah, nantinya akan berkembang ke penjual-penjual setelahnya,” kata dia.
Masyarakat diminta melaporkan kepada polisi jika mendapat informasi atau mengetahui adanya peredaran ilegal obat keras. Kapolresta mengatakan, konsumsi obat keras yang tidak sesuai aturan ini dapat menimbulkan dampak negatif dan ketergantungan.
“Seandainya terus-terusan menggunakan bisa overdosis, yang bisa mengakibatkan kematian. Bisa juga keburu tertangkap oleh kepolisian, menjadi tahanan Polresta Bandung,” kata dia.