Selain di TPA Ciangir, DLH juga berencana memanfaatkan ekoenzim di ruang terbuka hijau. Deni mengatakan, penyemprotan ekoenzim dapat membantu memberikan nutrisi terhadap tanah dan membersihkan udara di Kota Tasikmalaya.
Deni mengeklaim saat ini kondisi udara di Kota Tasikmalaya masih terbilang baik. Meski demikian, kata dia, kondisi yang baik itu tak akan bertahan jika tidak dilakukan upaya untuk menjaganya. “Polusi yang ada juga harus ditangani. Jadi, kondisi bagus itu harus dipertahankan. Salah satunya dengan cara ini,” ujar dia.
Membuat ekoenzim
Menurut Deni, ekoenzim memiliki banyak manfaat. Cara membuatnya pun terbilang mudah dan murah. Ekoenzim yang disemprotkan ke TPA Ciangir disebut didapat dari komunitas pegiat lingkungan di Kota Tasikmalaya.
Para pegiat lingkungan itu memproduksi ekoenzim dari limbah sayuran dan buah yang masih segar. Kemudian difermentasi selama tiga hingga empat bulan untuk dijadikan larutan.
“Ini juga bisa jadi solusi sampah organik. Karena manfaatnya sangat banyak, di antaranya untuk memperbaiki kualitas udara. Ini juga tidak berbahaya untuk makhluk hidup,” ujar Deni.
Salah satu pegiat lingkungan, Devi Badrudin, menjelaskan, ekoenzim ini dapat dibuat secara mandiri. Bahan yang dibutuhkan biasanya diambil dari sisa sayuran atau buah di pasar. Lalu dilakukan fermentasi selama sekitar tiga bulan, hingga menjadi cairan.
“Ini sangat mudah diproduksi. Saya sendiri dapat sampah dari tukang sayur bekas. Dalam sehari bisa menghasilkan sekitar 120 liter,” ujar Devi.
Devi mengatakan, selama ini pihaknya memanfaatkan ekoenzim untuk memperbaiki kualitas air sungai di Kota Tasikmalaya. Larutan ekoenzim disebut bisa membantu menjernihkan air sungai.
“Sekarang kami terus berupaya membersihkan sampah di sungai. Namun, terkendala, masih belum banyak kesadaran masyarakat. Jadi, masih banyak yang membuang sampah ke sungai,” kata Devi.