REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri mengakui masih banyak warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri, yang akan menghadapi sanksi hukuman mati. Saat ini setidaknya terdapat 168 kasus WNI yang menghadapi hukuman mati.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengatakan, dari 168 kasus WNI yang terancam hukuman mati tersebut terbanya ada di Malaysia. "Kasus terbanyak ada di malaysia dengan 157 kasus. Sementara itu sejak 2011 hingga 2022 terdapat 519 WNI yang akhirnya terbebas dari hukuman mati di luar negeri," kata Judha dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Penghapusan Mandatory Death Penalty Malaysia, Kamis (21/9/2023).
Diakui dia, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk melindungi WNI terbebas dari hukuman mati di luar negeri. Setidaknya dengan tiga jalan, pertama upaya hukum, kemudian upaya diplomatik dan upaya lain seperti pendekatan kepada keluarga korban dengan dukungan moral dan sebagainya.
Cara pendekatan diplomatik dilakukan tidak hanya dengan melobi pemerintah terkait proses hukum, tapi juga upaya mengurangi kewajiban hukuman mati di negara tersebut. Seperti yang saat ini terjadi di Malaysia. Saat ini pemerintah Malaysia sedang berusaha menghapus sanksi hukuman mati.
Sebagaimana pada tanggal 16 Juni 2023, Pemerintah Malaysia telah mengundangkan 2 (dua) UU penghapusan hukuman mati wajib. Yakni, Act 846 Abolition of Mandatory Death Penalty Act 2023; dan Act 847 Revision of Sentence of Death and Imprisonment for Natural Life (Temporary Jurisdiction of the Federal Court) Act 2023.
Dengan adanya andemen Penal Code Malaysia dengan menghapus sifat mandatory pada hukuman mati, maka akan menambahkan alternatif hukuman penjara. Paling singkat 30 tahun penjara dan paling lama 40 tahun penjara.
Hal ini juga memberikan kewenangan sementara kepada Mahkamah Federal untuk menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK), terutama dari narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati dan seumur hidup yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Karena itu, Judhi mengungkapkan kegiatan FGD dimaksudkan untuk membedah kebijakan Penghapusan Mandatory Death Penalty oleh Pemerintah Malaysia serta dampaknya bagi WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati.
Lebih lanjut, Uji Publik dilaksanakan guna mendapatkan masukan masyarakat terkait konsep pedoman pendampingan WNI terancam hukuman mati di luar negeri. Pedoman ini akan menjadi standar langkah pendampingan bagi WNI terancam hukuman mati di luar negeri.
Sebagaimana diketahui, Malaysia menjadi negara terbanyak menerapkan hukuman mati bagi WNI. Setelah Malaysia, empat WNI terancam hukuman mati di Uni Emirat Arab, tiga di Arab Saudi, tiga Laos, dan satu Vietnam. Para WNI paling banyak dihukum mati karena narkoba sebanyak 110 kasus, dan pembunuhan 58 kasus.