REJABAR.CO.ID, BOGOR -- Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, mendorong Tempat Pengelolaan dan Pemprosesan Akhir Sampah Regional (TPPASR) Lulut-Nambo di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor bisa beroperasi akhir 2023. Kota Bogor yang menjadi salah satu kota yang akan membuang sampah ke TPPASR tersebut, membutuhkan banyak biaya untuk persiapannya.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, menyebutkan, banyak persoalan ikutan yang harus dihadapi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, untuk mengangkut dan membuang sampah ke TPPASR Lulut-Nambo. Mulai dari biaya tipping fee, ketersediaan truk sampah baru dengan compactor, dan terminal antara Kota Bogor dengan TPPASR Lulut-Nambo sendiri.
“Nah kita menunggu kapan kepastian (operasional) Lulut-Nambo ini, kan ini belum ada kepastian. Tentu kita harus persiapkan apa yang kita harus anggarkan, antara lain tipping fee, ketersediaan truk sampah baru denhan compactor, dan terminal antara untuk pengolahan air lindi hasil pengepressan sampah menjadi kering. Ini duitnya harus banyak,” kata Dedie ketika ditemui Republika di Kota Bogor, Jumat (22/9/2023).
Dedie menjelaskan, Pemkot Bogor bahkan sudah berkali-kali menganggarkan biaya tipping fee untuk mengirimkan sebagian sampah Kota Bogor ke Lulut-Nambo. Akan tetapi, bertahun-tahun, hampir tiga tahun belakangan ini Lulut-Nambo belum selesai difinalisasi.
Di samping itu, lanjut Dedie, untuk mengirim sampah ke TPPASR Lulut-Nambo, diperlukan truk khusus pengangkut sampah yang memiliki compactor. Karena sampah diterima di TPPASR Lulut-Nambo harus dalam keadaan kering.
“Truknya kita butuhkan mungkin sekitar 20 unit truk baru yang belum dianggarkan. Wah itu satu truk bisa Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Kalau misalnya truk baru sekitar Rp 1,5 miliar, dikali 20 berarti Rp 30 miliar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dedie mengatakan, Pemkot Bogor harus menyiapkan terminal antara Kota Bogor dan TPPASR untuk pengolahan sampah. Tujuannya agar sampah yang akan dikirim ke TPPASR bisa dibuanh air lindinya terlebih dahulu, sehingga tidak ada tumpahan akr lindi selama perjalanan dari Kota Bogor melewati jalan tol.
Untuk menyediakan terminal tersebut, menurut Dedie, dibutuhkan lahan seluas sekitar 1-2 Hektare. Namun, mencari lahan seluas itu di tengah Kota Bogor cukup sulit, belum lagi kesediaan dari masyarakat sekitar.
“Karena persyaratannya cukup berat ya. Tidak boleh ada tetesan air, harus dalam kondisi kering. Nah, si terminal antara ini kan harus kita bangun sebelum sampah itu dikirim ke Lulut-Nambo,” ucapnya.
Saat ini, kata Dedie, Pemkot Bogor masih menggunakan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga untuk membuang sampah. Di mana saat ini TPAS Galuga berubah konsep dari open dumping menjadi control land fill.
“Jadi kita sudah bikin control land fill. Beberapa timbunan sampah sudah kita olah. Kita angkut bawahnya, kita naikin lagi, kita timbun mix dengan tanah, kita tanami pohon. Itu sudah terjadi,” kata Dedie.
Menurutnya, Pemkot Bogor juga mengupayakan untuk memiliki pabrik Refused Derived Fuel (RDF), atau jumputan padat sebagai pengganti batubara. Agar bisa mengurangi tingkat sampah yang tidak terkelola selama ini.
Sebelumnya diberitakan, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, meninjau pembangunan Tempat Pengelolaan dan Pemprosesan Akhir Sampah Regional (TPPASR) Lulut-Nambo di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Ia mendorong TPPASR ini bisa beroperasi akhir 2023, dengan Kota Depok sebagai kota pertama yang membuang sampah di sana.
Bey memaparkan, pembangunan TPPASR yang akan digunakan oleh empat kota/ kabupaten ini telah mencapai 87 persen. Ia pun meminta agar pembangunan tahap 1 ini terus berjalan.
“Iya ada (tahap berikutnya), tapi ini kita fokuskan terus jalan. Saya minta akhir tahun sudah beroperasi. Dari Depok dulu ya, sesuai perjanjian kerja sama (PKS),” kata Bey di Kabupaten Bogor, Selasa (19/9/2023).