REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Provinsi Jawa Barat (Jabar) berada di urutan ke empat dari total lima provinsi paling rawan pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dimana Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) diketahui Jabar ada di angka 77,08 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jabar, Hedi Ardia mengatakan, hal itu merupakan masukan bagi penyelenggara Pemilu.
"Jawa Barat ditempatkan sebagai posisi keempat yang masuk lima besar rawan, itu bagian dari masukan bagi penyelenggara Pemilu," ujar Hedi di Bandung, Kamis (19/10/2023).
Namun, menurut Hedi, penanganan tingkat kerawanan Pemilu di Jabar tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab penyelenggara Pemilu. Tapi, partai politik pun harus dimintai pertanggungjawabannya, khususnya terkait edukasi kepada masyarakat.
Hedi menegaskan, kerawanan pada saat Pemilu di Jabar tidak akan terjadi jika penyelenggara Pemilu bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Kalau dari kita dari sisi teknis penyelenggaraan adalah bagaimana memastikan penyelenggaraan pemilu ini profesional. Sehingga ketika penyelenggara ini profesional maka tidak akan terjadi kerawanan, maka tidak akan terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat," paparnya.
Untuk mengantisipasi kerawanan pada saat Pemilu, Hedi juga menyampaikan terkait langkah-langkah konkret yang dilakukan KPU, seperti mempersiapkan kapasitas penyelenggara Pemilu, mulai dari tingkat kabupaten-kota sampai di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Dari sisi KPU sendiri tentu kita akan lebih mematangkan lagi dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu tingkat kabupaten kota sampai di tingkat KPPS. Mereka harus memahami aturan dan pada praktiknya mereka tidak melakukan hal-hal yang di luar ketentuan,” katanya.
Selain itu, KPU juga akan lebih memaksimalkan bimbingan teknis (bimtek)-bimtek agar semua anggota KPPS memahami seluruh regulasi.
"Seperti bimtek-bimtek pada badan adhoc, nanti itu jauh lebih maksimal lagi. Kalau sebelumnya misalkan badan adhoc yang diberikan bimtek dari TPS (tempat pemungutan suara) itu hanya satu atau dua orang, mungkin ke depan kalau ada keterbatasan anggaran harus disiapkan solusi lain yang pasti tujuannya semua anggota KPPS itu memahami regulasi ini," katanya.
Sebelumnya, Kapolda Jabar Irjen Pol Akhmad Wiyagus mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sebanyak 2/3 kekuatan atau 19.475 personel yang akan diperbantukan untuk setiap tahapan Pemilu dan tingkat kerawanan.