REJABAR.CO.ID, SUKABUMI — Musim kemarau yang disertai fenomena iklim El Nino berdampak terhadap produksi ubi jepang di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Padahal, ubi jepang itu disebut merupakan komoditas yang potensial untuk pasar ekspor.
Sejumlah petani ubi jepang di Kampung Lemah Duhur, Desa Sukamanis, Kecamatan Kadudampit, mengeluhkan hasil panen pada musim kemarau tahun ini.
Salah satu petani, Edi Susianto (50 tahun), membudidayakan ubi jepang di lahan sekitar tiga hektare. Dalam kondisi normal, kata dia, hasil panen bisa mencapai sekitar 20 ton-25 ton per hektare.
Adapun pada musim kemarau ini menurun drastis. “Sekarang paling bisa menghasilkan delapan sampai sepuluh ton karena banyak ukuran buah ubinya yang mengecil,” kata Edi.
Petani lainnya, Mukhlis Rahayu alias Akay Trisula (35), membenarkan ukuran ubi jepang yang dipanen pada musim kemarau ini ukurannya mengecil. “Kekeringan menurunkan produktivitas tanam dan menyebabkan puso,” ujar dia kepada wartawan.
Hal itu berdampak terhadap upaya petani untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun ekspor. Untuk pasar lokal, kata Akay, kebutuhannya mencapai sekitar 60 ton per hari.
Sementara untuk pasar ekspor, menurut dia, khususnya ke Singapura, bisa mencapai ratusan ton. “Dalam seminggu permintaan ratusan ton,” kata dia.
Akay mengatakan, dirinya paling banyak hanya bisa memenuhi sekitar sepuluh ton ubi jepang untuk ekspor. Kondisi musim kemarau berdampak terhadap hasil panen untuk pemenuhan kebutuhan pasar itu.
Ia mengaku membeli juga ubi jepang hasil petani lain dengan harga sekitar Rp 3.000 per kilogram untuk ukuran 100 gram ke atas. Sementara untuk eksportir di penampungan dijual dengan harga Rp 10 ribu per kilogram.