REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Bakal calon wakil presiden (bacawapres) dari Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, berkomentar soal diberhentikannya Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan Majelis Kehormatan MK. Menurut dia, Anwar akan terlihat bijaksana jika mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi.
"Kalau Pak Anwar mengundurkan diri itu wise. Tapi secara aturan tidak mewajibkan," kata Imin kepada wartawan, Rabu (8/11/2023).
Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, putusan Majelis Kehormatan MK terhadap Anwar Usman merupakan tragedi yudisial. Dia menyebut hal itu menjadi pembelajaran penting bagi bangsa Indonesia, khususnya dunia konstitusional.
"Ini tragedi, ada hakim kena sanksi, ya tragedi dunia yudisial yang menjadi perhatian publik dan kita bangsa Indonesia untuk betul-betul menjadikan ini pembelajaran Nasional, apalagi benteng pertahanan keadilan pemilu itu nanti di MK," ujar Cak Imin.
Walau bagaimanapun, Cak Imin mengatakan, putusan Majelis Kehormatan MK tentang pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK mesti diterima oleh semua pihak.
"Keputusan MKMK itu ya harus diterima oleh semua pihak sebagai pembelajaran penting. Hakim MK itu tertinggi, jadi jangan sampai melakukan tindakan-tindakan tercela," kata Imin.
Sebelumnya diketahui, MKMK memutuskan sejumlah keputusan tentang kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Kesembilan hakim konstitusi dijatuhi sanksi teguran lisan lantaran melanggar prinsip Sapta Karsa Hutama atas bocornya informasi dalam forum rapat permusyawaratan hakim (RPH) tentang batas usia capres-cawapres.
Hakim konstitusi yang paling menjadi sorotan yakni Ketua MK Anwar Usman, adik ipar Presiden Joko Widodo sekaligus paman dari bacawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka. Anwar terbukti bersalah melanggar kode etik dan perilaku hakim MK.
MKMK menjatuhkan pelanggaran berat untuk Anwar dengan memberhentikan secara tidak hormat sebagai Ketua MK. Hal itu disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda putusan kode etik dan perilaku hakim MK pada Selasa (7/11/2023) petang. Penyampaian keputusan itu berdasarkan hasil kesepakatan dari tiga anggota MKMK, yakni Jimly Asshiddiqie bersama dengan Bintan R. Saragih dan Wahiduddin Adams.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," lanjutnya.
Kendati demikian, Anwar masih berstatus sebagai anggota MK. Selain itu, mengenai putusan perkara nomor 90 soal batas usia capres-cawapres yang menimbulkan polemik karena dugaan unsur kepentingan, Jimly menyebut itu hal lain. Pihaknya hanya mengurusi masalah kode etik dan perilaku hakim dalam memutuskan perkaranya, bukan substansi isi putusan.
Dia melanjutkan, adapun munculnya gugatan uji materi dari mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama terhadap putusan perkara itu, gugatan itulah yang bisa diproses. Hanya saja, Jimly menyebut keputusan perkara 90 tetap tidak dapat diubah, mengingat proses Pilpres 2024 sedang berlangsung. Gugatan dari mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama itu disebut baru bisa diberlakukan pada Pemilu 2029 mendatang.