REJABAR.CO.ID, JAKARTA---Skema pinjman online (pinjol) seharusnya diletakkan paling akhir untuk membayar UKT. Karena, masih banyak skema lain yang bersifat sosial bagi mahasiswa yang memenuhi syarat. Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih, skema pinjaman ke lembaga keuangan, termasuk melalui pinjol, hanya salah satu alternatif dari sekian banyak alternatif lain yang diberikan oleh perguruan tinggi.
“Betul (skema pinjol dijadikan opsi paling akhir). Skema yang lain cukup banyak dan bersifat sosial bagi yang memenuhi syarat,” ujar Nasih yang juga Rektor Universitas Airlangga (Unair) tersebut kepada Republika, Selasa (30/1/2024).
Nasih mencontohkan, alternatif lain yang sebenarnya bisa diberikan oleh perguruan tinggi untuk memudahkan mahasiswanya yang kesulitan secara ekonomi. Di antaranya angsuran pembayaran; potongan atau pengurangan pembayaran; bantuan pembayaran melalui bansos, lembaga amil zakat (LAZ), dan semacamnya; hingga pembebasan pembayaran.
“Di luar itu perguruan tinggi bisa juga memfasilitasi pembayaran melalui pihak ketiga, misalnya dengan BMT, perbankan, termasuk melaui pinjol. Transaksi ini murni antara orang tua mahasiswa dengan lembaga keuangan sehingga murni bisnis dan tidak ada sangkut pautnya dengan perguruan tinggi,” kata Nasih.
Di samping itu, kerja sama antara perguruan tinggi dengan penyedia jasa pinjol dilihat sebagai penindasan terhadap mahasiswa dan masyarakat. Praktik tersebut dinilai dapat membuat kampus akan semakin elitis dan menyimpang jauh dari amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Kampus bekerja sama dengan pinjol itu jelas pelanggaran dan penindasan terhadap mahasiswa dan masyarakat. Kampus akan kian elitis dan hanya dijamah oleh orang-orang kaya,” jelas Kordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Murtaji kepada Republika, Selasa (30/1/2024).
Ubaid mengatakan, hal tersebut jelas-jelas menyimpang jauh dari amanat UUD 1945. Di mana, sumber hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia itu memerintahkan kepada pemerintah untuk memgemban amanah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah justru melepas tanggung jawab dengan kehadiran perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH).
“Mengubah status kampus menjadi PTN-BH adalah awal mula dari petaka komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi terjadi. Selama UU ini tidak dicabut, maka akan ada kasus-kasus komersialisasi dengan modus-modus yang lain,” kata dia.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) turut menyikapi persoalan uang kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang belakangan jadi perbincangan publik. Kemendikbudristek mengingatkan, misi perguruan tinggi negeri (PTN) adalah untuk menyediakan pendidikan tinggi berkualitas dan inklusif.