REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Februari menjadi bulan sakral bagi pegiat lingkungan di Indonesia. Karena, setiap 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang disemarakkan di seantero Nusantara.
Dibalik itu, tanggal tersebut menyimpan memori sejarah tragedi kelam pengolahan sampah di Indonesia. Yakni, saat terjadinya ledakan dan longsor sampah di TPA Leuwigajah Cimahi yang menewaskan lebih dari 150 jiwa penduduk di sekitarnya pada 21 Februari 2005.
Menurut Environmental Program Manager Kitabisa Muhammad Nur Afif Aulia, tragedi TPA Leuwigajah sudah berlalu 19 tahun lalu. Tapi, problematika sampah di Indonesia masih menyimpan banyak pekerjaan rumah.
Menjelang 19 tahun peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, kata dia, Askara Nusantara mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memulai budaya baru dalam pengelolaan sebuah acara atau kegiatan komunal, bersama-sama menjalankan konsep ‘Acara Minim Sampah’ dalam kegiatan dan acara di lingkungan masing-masing untuk mengurangi kontribusi timbunan sampah.
"Tak hanya itu, Askara Nusantara ingin mengajak komunitas dan organisasi untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional dalam forum “Temu Komunitas Memori Leuwigajah” pada 21 Februari 2024 bertempat di Kampung Buyut Cipageran, Cimahi," ujar Nur, Jumat (9/2/2024).
Acara ini, kata dia, diharapkan menjadi momen teduh antar komunitas untuk merefleksikan kondisi sampah saat ini, deklarasi bijak sampah dan ragam penampilan seni yang akan ditunjukkan oleh komunitas pegiat lingkungan se Bandung Raya.
“Karena iklim krisis melahirkan momentum, momentum untuk bersama-sama memanusiakan Bumi," katanya.
Menurutnya, dikutip dari platform SIPSN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023 mencapai lebih dari 17 juta ton timbunan sampah yang dihasilkan dari 126 kota/kabupaten di Indonesia.
Jumlah timbunan sampah yang super jumbo ini, kata dia, menggambarkan minimnya kesadaran publik tentang pengolahan sampah dan mengandalkan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagai titik akhir buangan. Tapi, tanpa memperhatikan risiko apa yang bisa terjadi di kemudian hari.
"Dan terbukti, peristiwa terbakarnya TPA Sarimukti Bandung Barat pada 2023 lalu merupakan salah satu peristiwa bom waktu yang terjadi apabila pengolahan sampah tidak berangkat dari kesadaran masyarakat," katanya.
Berangkat dari permasalahan ini, kata dia, Askara Nusantara, sebuah program yang diinisiasi oleh ribuan donatur di Aplikasi Kitabisa ingin mengambil peran untuk turut serta membangun kesadaran publik terkait pentingnya pengolahan sampah melalui salah satu pilar programnya di bidang Waste Management.
Di akhir Januari lalu, kata dia, Askara Nusantara menginisiasi Sayembara Aksi Jaga Bumi. Yakni, sebuah kompetisi antar tim penggerak dan pegiat sampah yang diselenggarakan di wilayah Bandung Raya. Tak kurang 150 penggerak telah terpilih dan mengikuti kompetisi antar warga yang menguji konsistensi dan kualitas pengolahan sampah di lingkungan masing-masing selama 3 bulan.
Selanjutnya, kata dia, bagi tim penggerak dengan penilaian terbaik akan mendapatkan insentif pengolahan sampah dan monitoring yang akan diterima selama 9 bulan. Selain itu, di momen tersebut Askara Nusantara turut serta mengkampanyekan konsep “Acara Minim Sampah”. Hal ini dipraktikkan dalam acara pembukaan Sayembara Aksi Jaga Bumi yang dihadiri lebih dari 200 orang yang bertempat di Fithrah Insani Convention Hall Bandung Barat.
Dalam acara ini, setiap peserta diwajibkan membawa botol dan wadah makanan reusable yang akan digunakan untuk konsumsi acara. Panita pelaksana juga menyeleksi dan menyiapkan snack dan hidangan tanpa kemasan. Dua hal ini menjadi hal mendasar guna mewujudkan Acara Minim Sampah.
"Karena kita ketahui bersama bahwa pengumpulan massa dalam skala besar kerap kali menghasilkan sampah yang bersumber dari snack dan makanannya," katanya.