REJABAR.CO.ID, BANDUNG --- Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin memastikan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara prinsip telah menyetujui Proyek Kereta Api Ringan (Light Rail Transit/LRT) Bandung Raya. Saat ini, pihaknya tinggal menyusun tahapan yang akan dijalankan.
Bey mengatakan Kemenkeu dan BUMN PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menilai proyek ini menarik jika ditawarkan kepada investor. "Ini salah satu bentuk yang banyak memunculkan ketertarikan investor, kami bersama dengan PT SMI, Kemenkeu segera menyusun paket yang ditawarkan seperti apa," ujar Bey di Bandung, Jawa Barat, Senin (19/2/2024).
Menurut Bey, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kemenkeu mencapai kesepakatan terkait rencana pembangunan LRT Bandung Raya, setelah pada Senin (12/2) pihaknya bertemu salah satu direktur pada Kemenkeu membahas perkembangan proyek itu.
Dalam pertemuan tersebut, kata dia, Kemenkeu juga menyetujui koridor yang dibangun tidak hanya Utara-Selatan (Babakan Siliwangi-Leuwipanjang) tetapi juga yang membentang antara Barat-Timur (Leuwipanjang-Tegalluar) lewat skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Namun, kata Bey, dalam pertemuan itu belum didapat kepastian terkait pembiayaan APBN akan diperuntukkan untuk gerbong LRT ataupun hingga pembiayaan konstruksi. Selain itu, meski target peletakan batu pertama masih belum jelas, Bey menilai pertemuan tersebut setidaknya memberikan kepastian pada nasib proyek transportasi massal tersebut.
"Saya ingin (groundbreaking) tahun ini, tapi ya gimana nanti. Yang penting ada kepastian dulu. Nanti misalnya tahun depan, tinggal gubernur terpilih nanti yang lanjutkan karena ini sangat diperlukan," katanya.
Berdasarkan kajian Bank Dunia atas Proyek LRT Bandung Raya yang diungkapkan oleh Pj Sekda Jabar Taufiq Budi Santoso, pada koridor Babakan Siliwangi-Leuwipanjang, membutuhkan biaya pembangunan sepanjang 10 kilometer tersebut membutuhkan biaya hingga Rp10 triliun.
Jika dua koridor dibangun dengan asumsi jarak yang sama maka akan bertambah sebanyak dua kali lipat. "Berarti kurang lebih Rp 20 triliun belum termasuk biaya pengadaan moda angkutannya, keretanya, kemudian juga biaya operasional. Jika dengan lahan ya hampir Rp 30 triliun," ujar Taufiq pada Rabu (4/10/2023).
Menurutnya, karena skema pembebasan lahan dipastikan memakan biaya besar, maka pihaknya berencana memaksimalkan lahan-lahan pemerintah daerah dan pusat dengan tujuan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan.