REJABAR.CO.ID, BANDUNG--Manajemen perjalanan ibadah haji di Indonesia, saat ini masih banyak masalah. Salah satunya, terlihat dari kualitas pelayanan belum merata di semua bidang yang belum dirasakan mayoritas jamaah. Bahkan setiap tahun, masih berulang kekurangan dan masalah yang sama. Misalnya, keadilan keberangkatan dari masa tunggu yang lama, ketepatan waktu dan kelayakan penerbangan, kualitas pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan catering terutama di Armuzna.
Masalah lainya, adalah kualitas tenda, AC dan WC di Mina, kualitas dan kapasitas bus Mekah-Mina-Arofah-Muzdalifah. Serta, jarak tenda ke jamarot, perlindungan dan keamanan jamaah dan lain-lain. Bahkan tahun ini masalah tersebut, ditambah dengan alokasi quota tambahan yang dinilai tidak adil dan melanggar UU sehingga DPR membentuk Pansus Haji.
"Menyadari masalah tersebut, maka hanya dua hari setelah pelantikan, Presiden Prabowo langsung membentuk Badan Penyelengara haji dan Umrah sebagai badan pelaksana operasional manajemen perjalanan haji dan umrah Indonesia, menggantikan Dirjen Haji dan umrah kementerian agama," ujar Anggota Pansus Haji 2024 Sodik Mudjahid kepada wartawan, Selasa (22/10/2024).
Pembentukan Badan ini, kata dia, menunjukkan pemahaman yang mendalam Presiden Prabowo tentang masalah fundamental dalam manajemen pelayanan jamaah haji. Yakni, faktor lembaga serta kultur dan etos kerjanya dalam manajemen pelayanan haji.
Dahulu, kata dia, perjalanan ibadah haji dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah Arab Saudi melalui kementerian Haji dengan pemerintah Indonesia melalui kementerian agama (G to G). Sekarang, Kementerian Haji pemerintah Arab saudi sudah banyak menyerahkan manajemen haji kepada lembaga bisnis semi pemerintah dan swasta (B).
"Untuk beberapa negara, pola kerja sama sudah B to B. Bahkan, dengan beberapa negara tertentu sudah B to C (langsung ke konsumen)," katanya.
Namun, kata dia, ketika manajemen haji Arab Saudi sudah B To B bahkan B to C, pemerintah Indonesia masih menyerahkan manajemen haji kepada kementerian agama (G). Maka yang terjadi adalah kerja sama B to G, yang menyebabkan pelayanan haji jamaah Indonesia banyak tercecer dan berakibat berulangnya kesalahan. "Ini, akibat kultur dan etos kerja Kemenag RI (G) yang tidak bisa menangani kultur dan etos kerja lembaga bisnis swasta (B) Arab Saudi yang menangani manajemen haji.
Menyadari ini, kata dia, maka Presiden Prabowo menunjukkan kesungguhannya memperbaiki manajeman haji Indonesia melalui empat tindakan. Yakni, pertama membentuk Badan Penyelengara Haji Indonesia. Kedua, Mengangkat Penasehat Khusus Presiden Urusan Haji. "Belum pernah ada Presiden Indonesia yang mengangkat penasehat khusus soal haji. Dan yang diangkatnya orang yang cukup tepat mantan Mendikbud dan Mantan PMK Prof Dr Muhajir Efendi," kata Sodik Mudjahid yang pernah 5 tahun memimpin Komisi VIII DPR RI ini.
Tindakan ketiga, kata dia, pemilihan dan pengangkatan sosok Menteri Agama dan Wamen yang lurus bersih. Keduanya tidak punya keterlibatan dan konflik interest dalam bisnis perhajian. Upaya keempat/ terakhir, adalah program pendirian desa/ kampung jamaah haji Indonesia di Arab Saudi.
Sodik mengatakan, kesungguhan dan komitmen tinggi Presiden tersebut, harus segera dijawab dan dieksekusi oleh pimpinan dan Jajaran Badan Penyelengara haji, dengan ekstra kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Sehingga, dapat mewujudkan arahan Presiden, agar jamaah haji Indonesia, dapat melaksanakan ibadah haji dengan aman dan nyaman. "Serta, bisa tinggal bersama saudara-saudara nya sebangsa Indonesia di Desa/kampung haji Indonesia di Arab Saudi," katanya.