REJABAR.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Kepala Desa Desa Karanganyar, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat Asep Hermawan menanggapi terkait siswa sekolah dasar (SD) di wilayahnya menyebrangi perairan Waduk Saguling menggunakan rakit.
Asep mengatakan, Pemdes Karanganyar sudah berulang kali mengajukan bantuan hingga izin pembuatan akses penghubung seperti jembatan ke pihak Indonesian Power (IP) Saguling dan Pemkab Bandung Barat. Namun, belum membuahkan hasil.
"Kemarin kita sudah mengajukan permohonan izin ke IP Saguling 3 kali, tapi sampai saat ini belum ada respon. Kalau ke provinsi Jabar belum pernah mengajukan, tapi ke Pemkab Bandung Barat sempat mengajukan meminta saran bagaimana masyarakat bisa terbantu," ujar Asep saat dikonfirmasi, Rabu (28/5).
Menurut Asep, kebutuhan akses penunjang seperti jembatan sangat mendesak untuk menghubungkan Dusun 1 dan 4 dengan Dusun 2 dan 3 yang terpisah oleh genangan Waduk Saguling yang dibangun sejak tahun 1984. Kondisi ini mengakibatkan dusun 1 dan 4 Desa Karanganyar sulit ditempuh lewat jalur darat.
Akses ke sekolah, menuju Kantor Desa, hingga layanan kesehatan terpaksa harus lewat rakit jika ingin menghemat jarak dan waktu. Sebab jika ditempuh lewat jalur darat jaraknya cukup jauh, sekitar 15-20 kilometer.
"Masyarakat yang membutuhkan pelayanan harus melewati jalur darat dengan jarak 20 km, dengan waktu membutuhkan waktu lebih dari 1 jam dari pemukiman ke kantor desa. Kalau ada jembatan penghubung paling perjalanan 10 atau 30 menit paling lama," kata Asep.
Sementara itu Kepala Dusun 1 Desa Karanganyar Asep Saepulloh mengatakan akses penghubung berupa jembatan sudah sangat lama dinantikan warganya yang terpisah oleh genangan Waduk Saguling. Sebab warganya selama ini kesulitan untuk mengakses kesehatan hingga pembuatan administrasi kependudukan.
"Jembatan sangat penting soalnya bisa memangkas jarak dan waktu. Kalau muter misalnya mau urus KK ke Kantor Desa atau mau ke Puskesmas Pembantu di dusun seberang kan jaraknya sangat jauh," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah siswa SDN Panaruban terpaksa menggunakan rakit bambu yang lapuk saat pergi dan pulang di Desa Karanganyar, Kecamatan Cililin, KBB. Demi memperoleh akses pendidikan, mereka menyebrangi perairan Waduk Saguling dengan kondisi rakit atau getek yang cukup mengkhawatirkan dan berbahaya.
Mereka harus menyebrang sekitar 120 meter dari Dusun I, RT 04/02, Desa Karanganyar menuju Kampung Sampora, Dusun II, RT 03/08, Desa Karanganyar. "Udah biasa pakai rakit, biasanya dari rumah jam 06.30 sampe sekolah jam 07.00 WIB," kata Kayla (9), salah seorang siswa SDN Panaruban.
Setiap hari, Kayla diantar orang tuanya dari rumah menuju titik keberadaan rakit hingga ada yang menyebrangkannya. Kepulangannya pun selalu disambut ibundanya di titik yang sama. Siswa kelas II itu mengaku tak masalah harus menyebrang perairan Waduk Saguling setiap hari asalkan bisa sekolah dan jaraknya tidak terlalu jauh.