REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Mantan wali kota Cimahi, Ajay M Priatna membacakan pleidoi atau pembelaan pada sidang kasus dugaan suap terhadap penyidik KPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (4/3/2023). Ia meminta agar majelis hakim membebaskannya dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa.
Ajay menyebut dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) cenderung tendensius. Bahkan dakwaan dan tuntutan JPU menurut Ajay menggiring dirinya menjadi terpojok dan tidak memperhatikan fakta-fakta yang ada di persidangan.
"Saya mohon yang seadil-adilnya dapat membebaskan saya dari semua dakwaan dan tuntutan ini,” ujarnya, Selasa (4/3/2023).
Ia merasa dalam kasus tersebut menjadi korban dari penyidik KPK. Ajay merasa menjadi korban penipuan dan pemerasan serta pengancaman.
"Saya memberikan karena terpaksa ada permintaan dan ancaman," katanya.
Ajay pun membantah meminta atau menerima gratifikasi untuk digunakan kepentingan sendiri. Ia mengaku uang tersebut bukan untuk dirinya tapi penyidik KPK Robin.
"Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk membebaskan saya dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum,” katanya.
JPU KPK menuntut terdakwa Ajay M Priatna dengan hukuman delapan tahun penjara. Terdakwa dinilai bersalah memberi suap kepada penyidik KPK serta menerima gratifikasi dari kepala dinas dan camat.
"Tuntutan pidana kepada Ajay M Priatna selama 8 tahun penjara," ujar Fadli kuasa hukum Ajay saat dihubungi wartawan setelah sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (28/3/2023).
Fadli mengatakan Ajay pun dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan penjara dan uang pengganti Rp 250 juta. Hak politik terdakwa pun dituntut agar dicabut selama lima tahun. Ia mengatakan kliennya dinilai jaksa penuntut umum melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan pasal 12B undang-undang tindak pidana korupsi.
Ajay M Priatna didakwa memberikan Rp 507 juta lebih kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju pada Oktober 2020. Uang itu diberikan agar KPK tidak melanjutkan penyelidikan tentang dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Bandung Raya.