Ombudsman pun mengapresiasi sekolah-sekolah yang melakukan uji keterampilan terhadap para calon siswa sebagai salah satu bentuk bukti prestasi. “Karena faktanya pada saat dilakukan uji keterampilan beberapa calon peserta didik tidak dapat membuktikan kemampuan non-akademiknya,” kata Fadli.
Misalnya, calon peserta didik yang melampirkan sertifikat hafiz, tapi tidak mampu menunjukkannya hafalannya. Contoh lain, calon peserta didik yang mengaku juara bela diri, tetapi ketika diminta mempraktikkan gerakannya yang bersangkutan tidak mampu memperagakan.
Masalah data dan teknis
Fadli mengatakan, Ombudsman Banten juga mendapati permasalahan terkait data kependudukan. Misalnya, kartu keluarga (KK) yang tidak aktif. Selain itu, data tanggal lahir yang tidak sesuai antara data kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) dengan data pokok pendidikan (Dapodik) yang diacu oleh sistem PPDB.
Namun, menurut Fadli, dengan koordinasi dinas terkait, permasalahan tersebut dapat diatasi dan calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran kembali.
Ada juga permasalahan terkait teknis. Fadli mencontohkan soal penentuan titik koordinat antara rumah calon peserta didik dengan sekolah tujuan, serta permasalahan dalam mengunggah dokumen persyaratan PPDB.
Tidak hanya dari orang tua pendaftar, keluhan juga disampaikan pihak operator sekolah (panitia PPDB) terkait permasalahan teknis. Seperti sisa daya tampung afirmasi yang tidak secara otomatis pindah ke jalur zonasi.
Hal ini menjadi pertanyaan dan ketidakpastian bagi calon peserta didik terkait jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah tujuannya.
“Mencermati berbagai temuan di atas, Ombudsman meminta agar penyelenggara PPDB di tingkat sekolah maupun Dinas Pendidikan agar dapat merespons dan menindaklanjuti permasalahan agar masyarakat dapat memperoleh layanan dan kepastian sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Fadli.