Rabu 23 Aug 2023 12:47 WIB

Politik Kekerabatan, dari Cucu Megawati hingga Semua Anak Hary Tanoe Nyaleg

Fenomena politik kekerabatan ini juga akan membuka peluang terjadinya praktik korupsi

Rep: Febriyan A/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Formappi Lucius Karus saat menjadi pembicara alam diskusi bertajuk Masa Depan DPD di Tangan Putusan MA di Jakarta, Ahad (19/3).
Foto:

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, fenomena keluarga elite partai politik menjadi bakal caleg ini merupakan bentuk politik kekerabatan. Fenomena ini disebut merusak demokrasi dari banyak sisi. 

"Jaringan politik kekerabatan ini sulit diketahui oleh masyarakat, padahal itu dampaknya buruk, merusak demokrasi kita," kata Peneliti Formappi, Lucius Karus ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (21/8/2023). 

Lucius menjelaskan, fenomena politik kekerabatan di itu merusak proses kaderisasi partai. Kader-kader potensial yang sudah mengikuti tahapan kaderisasi, bahkan mungkin pencalonan, tentu terhalang langkahnya menjadi caleg karena harus mengalah dengan keluarga elite partai. Kalaupun bisa menjadi caleg, para kader tetap saja harus merelakan nomor urut kecil apabila terdaftar di dapil yang sama dengan keluarga bos partai. 

"Umumnya caleg-caleg kekerabatan ini menjadi caleg dengan menempuh jalan pintas, yakni mengandalkan kedekatan dengan elite partai. Mereka biasanya mendaftar di hari terakhir pendaftaran dan tidak mengikuti tahapan kaderisasi seperti anggota partai lainnya," kata Lucius. 

Selain merusak kaderisasi partai, kata dia, fenomena politik kekerabatan ini juga akan membuka peluang terjadinya praktik korupsi apabila mereka terpilih sebagai anggota dewan. Menurutnya, elite partai lebih mudah mengontrol anggota dewan yang merupakan keluarganya saat hendak melakukan praktik culas berjamaah. 

Menurut dia, politik kekerabatan atau politik dinasti ini terjadi karena regulasi pemilu tidak melarang hal tersebut. Praktik tersebut semakin subur akibat adanya "oligarki partai" alias segelintir orang yang punya kuasa penuh menentukan kebijakan partai. 

 

"Jadi saya kira (fenomena politik kekerabatan ini) berbanding lurus dengan faktor partai politik kita yang masih dikuasai oligarki. Jadi politik dinasti itu sudah menjadi satu hal yang tak terelakkan," kata Lucius. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement