Rabu 20 Dec 2023 07:30 WIB

Firli Bahuri Kembali Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Ini Penyebabnya

Ketua KPK non-aktif apakah berhak membawa dokumen keluar dari gedung Merah Putih? 

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri dialporkan kembali ke Polda Metro Jaya.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri dialporkan kembali ke Polda Metro Jaya.

REJABAR.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Kali ini yang bersangkutan dillaporkan karena membawa dokumen penanganan kasus dugaan suap mantan pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dalam sidang praperadilan di kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

"Kami telah membuat LP ke Polda Metro Jaya pada Senin, 18 Desember sore kemarin, " kata Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki), Edy Susilo dalam keterangannya kepada awak media (19/12/2023).

Baca Juga

Menurut Edy, memasukkan dan membawa dokumen rahasia negara justru bisa dijerat pidana jika yang bersangkutan tidak kapasitas di dalamnya. Mengingat, Firli Bahuri sendiri sudah nonaktif dari lembaga antirasuah tersebut.

Termasuk, penilaian apakah dokumen itu bagian yang dirahasiakan atau boleh dilihat dan miliki publik. Karena itu pihaknya melaporkan ke polisi dan laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/7588/XII/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 18 Desember 2023.

"Kita minta penyidik Polda Metro memeriksa orang yang menggunakan dokumen KPK tersebut. Ada indikasi menyalahi ketentuan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan atau jabatan. Termasuk orang yang memberikan akses pemberian dokumen tersebut digunakan di luar lembaga perlu diperiksa nantinya,” tutur Edy.

Edy menegaskan, dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan lembaga hukum termasuk yang dikecualikan untuk dibuka ke publik. Firli meskipun Ketua KPK non-aktif, apakah berhak membawa dokumen tersebut keluar dari gedung Merah Putih? Kapasitas Firli sendiri dalam praperadilan itu adalah personal bukan atas nama lembaga. 

"Jadi penggunaan dokumen lembaga bukan tidak mungkin jadi temuan pelanggaran etik bahkan pidana," kata Edy.

Lebih lanjut, menurut Edy, adanya dugaan pelanggaran dengan membawa dan memasukkan dokumen DJKA yang diduga merupakan dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan kasus OTT dan suap. Kata dia, dokumen tersebut sama sekali tidak ada korelasi dengan kasus praperadilan yang diajukan Firli. Sehingga tim Hukum Polda ataupun majelis hakim bisa langsung mengesampingkan. 

“Tapi atas dugaan pelanggaran informasi dikecualikan atau rahasia bisa diproses pada proses hukum berbeda," kata Edy menegaskan.

Edy menduga, Firli dan tim hukumnya mencoba menekan Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto dengan mengungkap kasus DJKA yang mereka hubung-hubungkan dengan pengusaha asal Yogyakarta, Muhammad Suryo yang diduga terkait dengan lelang proyek kereta api di DJKA tersebut. Dalam kasus BTS yang ditangani Kejagung, nama M Suryo juga dikaitkan di dalamnya, dan diisukan M. Suryo sebagai teman dekat Karyoto.

"Jadi daripada terjebak dalam galian sumur sendiri yang semakin dalam, kami sarankan untuk kooperatif dan mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya," ucap Edy. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement