REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Psikolog pernikahan Diah Mahmudah menyoroti angka perceraian di Kota Bandung yang mengalami kenaikan pascalebaran 1445 Hijriyah. Ia menilai terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pasangan suami istri berujung memilih perceraian seperti kurang dewasa dan ilmu atau kompetensi dalam menghadapi masalah.
"Kurang dewasa dalam menyikapi beragam masalah yang muncul, masalah orang ketiga, masalah ekonomi yang sedang terbatas, dan lain-lain. Satu karena pasutri itu kurang dewasa, kedua reaktif mudah tersulut emosi," ujar Psikolog pernikahan Dandiah Care ini saat dihubungi, Senin (22/4/2024).
Menurut dia, mereka menemukan pasangan yang mudah tersulut emosi dan tanpa pertimbangan dalam memutuskan sesuatu. Dengan kondisi itu, maka psikolog yang telah membuat workshop psikologi pernikahan Kompak ini menyebut pasangan suami istri menjalani rumah tangga dengan banyak masalah.
"Tanggapan (pasutri) yang kurang matang, kurang dewasa membuat masalah gak selesai malah bertambah itu akhirnya sebuah siklus yang gak selesai," katanya.
Diah melanjutkan terdapat kurangnya ilmu dan kompetensi pada masing-masing pasangan seperti dalam kasus keuangan. Apabila menghadapi masalah tersebut bisa tenang maka dapat memikirkan beragam solusi.
"Point of view yang berbeda suami dan istri itu sebuah bekal menghadapi masalah keuangan. Menghadapi masalah keuangan dengan tenang itu modal besar," kata dia.
Ia menambahkan pasangan suami istri pun harus dapat mengelola konflik pengelolaan keuangan dengan baik. Diah mengatakan banyak pasangan suami istri yang menghadapi permasalahan keuangan dan ada yang gagal dan ada pula yang berhasil melewati itu.
"Saya yakin 100 persen rumah tangga mengalami (masalah-masalah), ada yang gagal dan ada yang justru berhasil melewati itu ketika sukses dihadapi bersama sama maka kualitas pernikahan semakin tangguh dan tahan banting," kata dia.
Sebelumnya, Kasus perceraian di Pengadilan Negeri Agama Kota Bandung mengalami peningkatan pasca-Lebaran 1445 Hijriyah. Penyebab kasus perceraian diajukan ke pengadilan mayoritas karena faktor ekonomi, disusul kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), adanya pihak ketiga hingga karena masalah judi online.
"Data perceraian dari mulai Lebaran sampai hari ini meningkat, tapi tidak signifikan. Kenaikan 5 sampai 10 persen," ucap Panitera Pengadilan Agama Bandung Dede Supriadi belum lama ini.
Ia menuturkan hal itu terjadi disebabkan pihaknya membatasi perkara saat selama bulan puasa Ramadan. Pengadilan Agama Bandung menerima perkara namun disidangkan setelah Lebaran. "Setelah lebaran rata-rata sehari 20 (perkara), sampai dari Januari hingga April (2024) 1.642," kata dia.
Tahun 2022, ia menyebutkan perkara perceraian yang diajukan masyarakat mencapai 7.500 perkara dan pada tahun 2023 sebanyak 7.764 perkara. Penyebab kasus perceraian diajukan karena terjadi perselisihan, dan pertengkaran rumah tangga.
"Penyebabnya karena ekonomi, gangguan pihak ketiga, sering terjadi kekerasan fisik maupun non fisik muaranya rumah tangga cekcok. Judi online ada, tapi sedikit tapi alasan diajukan karena perselisihan," ungkap dia.