REJABAR.CO.ID, BANDUNG--Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menduga rekomendasi nama calon untuk di pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar tidak akan berubah pasca Airlangga Hartarto Ketua Umum Golkar mundur. Namun, apabila terjadi perubahan rekomendasi nama calon dapat mengubah pertarungan di Pilgub Jabar.
Seperti diketahui, Golkar resmi mengusung nama Dedi Mulyadi sebagai bakal calon Gubernur Jabar. Sedangkan untuk bakal calon Wakil Gubernur Jabar sempat didorong Jusuf Hamka akan tetapi yang bersangkutan mundur.
"Saya tidak yakin (ada perubahan rekomendasi)," ujar Firman Manan saat dihubungi, Senin (12/8/2024).
Di masa jabatan Airlangga Hartarto, kata dia, terjadi tarik ulur siapa yang diusung di Jabar. Namun, akhirnya Golkar memutuskan Dedi Mulyadi untuk maju di Jabar dan Ridwan Kamil di Provinsi Jakarta. "Dugaan saya akan menguatkan bahwa Golkar akan mengusung Dedi Mulyadi dengan calon wakil dari golkar dan RK didorong untuk di DKJ," kata dia.
Firman mengatakan apabila Golkar mengubah rekomendasi nama-nama yang diusung di pilkada tidak hanya berpengaruh di Jabar akan tetapi di nasional. Ia mengatakan Golkar akan memposisikan diri berbeda di Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Terkait pengunduran diri Airlangga Hartarto, ia mengatakan sudah berhembus sejak lama. Namun, yang bersangkutan mundur jelang pilkada serentak relatif cukup mengejutkan.
Firman menduga terdapat dua faktor yang menyebabkan Ketua Umum Golkar mengundurkan diri yaitu masalah eksternal dan internal. Namun, apabila masalah internal tidak beralasan. Meski faksi di tubuh Golkar tinggi, Firman menilai tidak ada alasan mundur karena tekanan internal. Sebab yang bersangkutan memiliki prestasi di pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.
"Makanya dugaan muncul ada apa variabel eksternal ini menyangkut tekanan dari luar kalau dibiarkan justru bisa menganggu Golkar keseluruhan maka itu membuat keputusan diambil," kata dia.
Firman menduga terkait tekanan eksternal menyangkut tekanan politik. Tekanan tersebut lebih besar dari kekuatan yang dimiliki Golkar. Selain itu dugaan tekanan hukum dimana Airlangga Hartarto pernah dipanggil oleh penegak hukum.