Kamis 05 Sep 2024 06:30 WIB

Soal Peradilan Sesat di Kasus Vina, Ini Kata Otto Hasibuan  

Otto Hasibuan menanggapi soal peradilan sesat di kasus Vina.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Pengadilan (ilustrasi).
Foto: EPA
Pengadilan (ilustrasi).

REJABAR.CO.ID,  CIREBON – Sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) kasus Vina yang diajukan oleh enam terpidana, telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (4/9/2024).

Adapun enam terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra dan  Rivaldi Aditya Wardana. Mereka pun dihadirkan secara langsung dalam persidangan yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dan berakhir sekitar pukul 17.40 WIB itu.

Baca Juga

Keenam terpidana itu didampingi puluhan kuasa hukum dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang dipimpin secara langsung oleh Ketua Peradi, Otto Hasibuan.

Otto menjelaskan, ada tiga hal yang menjadi dasar pengajukan PK yang dilakukan pihaknya. Pertama, novum atau bukti baru. Kedua, ada kekeliruan atau kekhilafan majelis hakim, baik di tingkat Pengadilan Negeri Cirebon maupun Pengadilan Tinggi Jabar pada waktu dulu.

‘’Ketiga, kami juga mengajukan dengan alasan adanya pertentangan dua putusan,  saling bertentangan satu sama lain,’’ kata Otto, saat ditemui usai sidang di PN Cirebon, Rabu (4/9/2024).

Sementara itu, ketika ditanyakan apakah kekhilafan hakim bisa disimpulkan ada peradilan sesat dalam kasus Vina, Otto mengakuinya.

‘’Iya, miscarriage of justice kan. Itu namanya suatu peradilan sesat yang menurut kita ya. Jadi, khilaf ya,’’ cetus Otto.

‘’Kekhilafan itu, kami tidak akan menuduh sengaja atau tidak sengaja, tapi namanya khilaf, maka harus diperbaiki,’’ tukas Otto.

Otto menambahkan, terlihat dari fakta-fakta yang sebenarnya, dengan mudah dilihat   apakah kasus itu pembunuhan atau kecelakaan tunggal.

‘’Semuanya kan ada question mark disini,’’ ucapnya.

Kalau menangani suatu perkara pidana, lanjut Otto, maka harus berdasarkan alasan-alasan yang tanpa meragukan. Jadi tidak ada keraguan sedikit pun untuk menyatakan seseorang itu bersalah atau tidak.

‘’Nah itu di bahasa lainnya disebutkan in dubio pro reo. Dalam hal ada yang sangat meragukan, maka hakim harus mengambil putusan yang menguntungkan terdakwa,’’ katanya.

Seperti diketahui, PK itu diajukan oleh enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon pada 2016 silam. Yakni, Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya Wardana. 

Keenam terpidana itu dan dua terpidana lainnya, yakni Sudirman dan Saka Tatal, sebelumnya divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam. Mereka divonis hukuman seumur hidup, kecuali Saka Tatal. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement