REJABAR.CO.ID, BANDUNG--Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) memberikan catatan kritis terhadap kondisi pendidikan Indonesia. Sejumlah permasalahan masih terjadi terkait kebijakan pendidikan, pemerataan pendidikan hingga infrastruktur dan jumlah guru yang masih terbatas.
Mereka berharap masalah pendidikan dapat diselesaikan di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. ICMI membahas pendidikan di seminar nasional bertema arah pembangunan politik pendidikan Indonesia di Auditorium FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jumat (25/10/2024).
Salah seorang narasumber Prof Aris Munandar Ketua ICMI Sulawesi Selatan yang merupakan mantan Rektor Universitas Negeri Makassar mengungkap sejumlah permasalahan pendidikan di Indonesia yang masih menahun terjadi mulai dari wajib belajar yang hanya sembilan tahun. Alokasi dana untuk perguruan tinggi yang kecil.
Selain itu, angka partisipasi sekolah di jenjang SMP hingga SMA yang rendah. Mereka yang memiliki masalah ekonomi cenderung mengalami hambatan saat mengakses pendidikan hingga ke jenjang tinggi. "Kelompok terbawah (ekonomi terbawah) makin mengakses pendidikan ke jenjang atas makin banyak hambatan," ujar Aris kepada peserta seminar, Jumat (25/10/2024).
Ia pun mengangkat persoalan gaji guru TK yang sangat memprihatinkan. Termasuk keberpihakan kepada perguruan tinggi negeri di bagian wilayah timur Indonesia yang masih dibedakan seperti bantuan operasional PTN.
Di masa presiden baru Prabowo Subianto, Prof Aris berharap wajib belajar bisa mencapai 15 tahun dan termuat di RUU Sisdiknas. Dengan wajib belajar 15 tahun, maka upaya meningkatkan pemerataan pendidikan diharapkan berjalan dengan baik. "Wajib belajar 15 tahun itu yang harus dilakukan," katanya.
Ke depan, hal yang harus dilakukan yaitu pemerataan pendidikan, peningkatan kualitas pembelajaran, penguatan karakter. Perbaikan ruang kelas, pemenuhan jumlah dan mutu guru.
Sementara itu, Rektor UPI Prof M Solehuddin mengatakan proses kebijakan pendidikan yang kurang bermutu akan berdampak termasuk kepada pengelolaan anggaran. Ia menyoroti postur anggaran pendidikan tinggi yang kecil dibandingkan kementerian lain. "Kalau dianalisis lebih jauh dilihat dari layanan (peserta didik) anggaran terendah dibandingkan kementerian lain," katanya.
Selain itu, anggaran daerah untuk pendidikan sedikit karena anggaran yang diperoleh dari pusat.
Mantan Rektor Universitas Negeri Padang yang juga merupakan Ketua Majelis Pendidikan Tinggi ICMI menyebut terjadi perubahan paradigma di masyarakat yang melihat perguruan tinggi tidak lagi menjadi agen pendidikan. Namun, saat ini masyarakat melihat sebagai agen pengembangan ekonomi.
Dengan kondisi seperti itu, ia menyebut perguruan tinggi harus melahirkan berbagai paten. Selain itu perguruan tinggi harus menjadi enterpreneur university. "Diharapkan masyarakat bisa berperan agen pengembangan ekonomi. Bagaimana bisa berkembang seperti itu tentu perguruan tinggi harus melahirkan berbagai paten," kata dia.
Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung Herry Suhardiyanto yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum ICMI mengatakan Indonesia harus memiliki konsep pembangunan pendidikan jangka panjang. "Harus ada konsep pembangunan pendidikan jangka panjang untuk kepentingan nasional," katanya.
Ke depan, kata dia, seluruh perguruan tinggi harus sudah fokus berpikir menjadi universitas kelas dunia. Sehingga ia pun mengatakan bahwa bagaimana mendorong mahasiswa luar negeri kuliah di Indonesia.