REJABAR.CO.ID, BANDUNG-- Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) telah digelar belum lama ini di Kuta, Bali. Kegiatan tersebut, menjadi momentum penting bagi penggiat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sektor migas untuk menyikapi isu kriminalisasi terkait pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen dari Blok Migas.
Sekretaris Jenderal ADPMET, Andang Bachtiar mengatakan, Rakornas juga menekankan pentingnya transparansi, pengalihan teknologi, peningkatan ekonomi daerah, akses energi murah, dan pendapatan baru bagi daerah dari dividen BUMD. Namun, partisipasi BUMD dalam pengelolaan PI tidaklah tanpa risiko, termasuk penurunan produksi, peningkatan biaya operasional, hingga kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
BUMD penerima dan pengelola PI, kata dia, tidak hanya bersikap pasif tetapi juga memiliki tanggung jawab besar, seperti mempercepat proses perizinan dan menjaga kelancaran operasi migas di wilayah kerja. "BUMD juga wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) sebagaimana diatur dalam PP No. 54/2017," katanya
Menurutnya, pemberitaan mengenai dugaan korupsi dalam pengelolaan PI telah menciptakan kekhawatiran di kalangan penggiat BUMD Migas. Ketakutan akan potensi kriminalisasi berdampak pada lambannya proses pengajuan dan pengembangan bisnis dari dana PI. "Dana PI Bukan Dana Bagi Hasil Migas," ujar Andang dalam keterangan resminya, akhir pekan lalu.
Dalam sesi pembahasan, Rakornas menegaskan bahwa dana PI bukanlah dana bagi hasil migas, melainkan hasil dari keikutsertaan daerah melalui BUMD Migas dalam bisnis migas. Dana ini, dirancang untuk mengembangkan BUMD sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi daerah penghasil migas melalui mekanisme hybrid regulatory dan business to business (B2B).
Sementara itu, maraknya kasus dugaan korupsi disebut-sebut terjadi akibat ketidakpahaman atau penafsiran yang keliru terhadap regulasi terkait BUMD dan PI. Oleh karena itu, Rakornas ADPMET menyerukan pentingnya diskusi bersama para pemangku kepentingan untuk mengklarifikasi aturan-aturan sebelum melanjutkan proses hukum.
Andang menjelaskan dari 78 wilayah kerja migas yang berproses untuk pengalihan PI 10%, hanya 9 wilayah yang telah selesai dalam delapan tahun terakhir. Hal ini menunjukkan lambannya proses akibat kekhawatiran akan kriminalisasi yang membayangi. Padahal, percepatan PI sangat diperlukan untuk mendukung program pembangunan pemerintah.
"Semoga keprihatinan ini menjadi perhatian semua pihak agar potensi daerah dalam pengelolaan sumber daya alamnya tidak terhambat," katanya.
Dalam Rakornas juga disampaikan aspirasi dari 88 daerah penghasil migas dan 70 BUMD anggota ADPMET. Rakornas ini menjadi pengingat pentingnya kerja sama lintas pihak dalam mendukung keberlanjutan industri migas di daerah dan mengurangi risiko kriminalisasi terhadap pengelolaan dana PI.