REJABAR.CO.ID, BANDUNG--Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Reklame harus mengakomodir semua kepentingan. Selain itu, Anggota Pansus 3 DPRD Kota Bandung Asep Robin menilai, aturan ini pun harus bisa menjadi alat hukum yang bisa dipakai lebih dari 20 tahun.
"Di sini ada dua sisi yang harus diakomodir. Pertama penataan reklame dan kedua pendapatan asli daerah (PAD). Dua kutub berbeda dan dua-duanya harus terselesaikan," ujar Asep Robin, Kamis (20/2/2025).
Menurutnya, jika PAD yang dikedepankan tentu penataannya akan terganggu. Begitu pun bila penataan yang lebih diprioritaskan, maka PAD akan terganggu. "Ini terjadi tarik menarik dan semua anggota dewan harus menyamakan persepsi," katanya.
Asep mengatakan, tahapan pembahasan Raperda Penyelenggaraan Reklame ini dimulai dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD). Kemudian, konsultasi, study banding dan pembahasan rancangan aturan tersebut.
Menurutnya, aturan ini memang perlu dibahas. Pasalnya berdasarkan investigasi pansus, reklame tidak berizin jumlahnya sampai ribuan. "Reklame yang tidak berizin ini diatas 1000 titik," katanya.
Melihat kondisi ini, Asep menilai penataan reklame harus dilakukan tanpa juga mengesampingkan PAD. "Menurut kesimpulan saya, yang harus dibahas dalam perda ini soal penataan dan PAD. Karena ada juga reklame yang ingin by tayang. Kan otomatis yang namanya pengusaha tidak perlu mengurus izin yang ribet, yang penting tayang, bayar, cepat mendapatkan uang cepat satu hari selesai," paparnya.
Dikatakannya, dengan sistem by tayang bisa menambah ke PAD, tapi dari segi penataan akan terganggu. Karena, dalam satu malam bisa langsung banyak reklame yang dipasang. Oleh karena itu, persepsi anggota Pansus harus disamakan.
"Pansus harus memiliki semangat yang sama untuk bagaimana melakukan penataan reklame yang lebih indah di Kota Bandung," katanya.