Senin 28 Apr 2025 17:43 WIB

Debat Dengan Pelajar Baru Lulus soal Wisuda dianggap Settingan, Ini Reaksi Dedi Mulyadi

Dedi menegaskan bahwa tidak boleh ada acara wisuda di tingkat TK hingga SMA

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi
Foto:

Pada rekaman video yang diunggah di akun Instagram Dedi Mulyadi, terlihat Dedi Mulyadi menanyakan kepada sejumlah warga Bekasi yang dikumpulkan di sebuah ruangan tentang anak sekolah yang bercerita di media sosial mengenai penghapusan kebijakan wisuda perpisahan di sekolah. Diketahui, para warga dikumpulkan untuk membahas uang kerohiman setelah warga diminta untuk pindah dari tanah yang ditempati dan bukan miliknya.

"Lalu anak SMP yang bercerita kemarin itu anaknya siapa," tanya Dedi kepada warga seperti dikutip, Senin (28/4/2025).

"Anak saya pak," ucap salah seorang ibu.

Sementara itu, anak yang dimaksud langsung mengacungkan tangan dan menjawab bahwa dirinya bukan anak SMP. Akan tetapi pelajar SMA yang saat ini sudah lulus dan hendak kuliah.

"Mohon maaf pak, saya bukan anak SMP saya udah lulus sekolah," ucap anak tersebut yang diketahui bernama Aura lulusan SMAN 1 Cikarang Utara.

"Lulus dari mana," tanya Dedi.

"Lulus dari SMA terus mau melanjutkan kuliah," balas Aura.

"Ada yang menarik ya bukan soal penggusuran, ini sekolah gak boleh ada perpisahan, gak boleh ada studi tour, bagaimana itu," tanya Dedi.

"Begini pak, kalau sekolah tanpa wisuda semua orang itu gak mampu banyak rakyat miskin," kata dia.

"Gak punya rumah lagi," kata Dedi.

"Iya," kata Aura.

"Rumah di bantaran kali lagi. Tapi sekolah mau gaya-gayaan mau ada wisuda," kata Dedi.

"Tepatnya bukan wisuda tapi tepatnya wisuda pengeluarannya dibikin lebih sedikit terus dibuat proyek tapi dibikin wisuda tapi terselenggara," kata Aura.

Dedi pun langsung memotong pernyataannya dan menanyakan tentang SMP negara mana yang dilakukan wisuda. Ia menyebut bahwa hanya di negara Indonesia terdapat wisuda kelulusan bagi pelajar padahal wisuda hanya untuk yang kuliah.

"Anak TK diwisuda, punya rumah gak dia? Gak dia di bantaran sungai, SMP wisuda lagi, punya rumah gak, gak. SMA diwisuda, punya rumah gak? Gak. Kemudian ada ibu-ibu nangis harus bayar Rp 5,4 juta untuk studi tour ke Bali. Pada akhirnya sekolah ditelepon Kadisdik dan dibatalkan studi tour," kata Dedi.

Gubernur pun menegaskan bahwa ia melakukan itu demi kepentingan masyarakat khususnya orangtua siswa agar tidak terbebani. Namun begitu, Aura tetap kekeuh dengan pendirian dan alasannya. "Maksudnya bukan begitu pak, biar adil pak. Semua murid biar merasakan perpisahan," kata Aura.

Lalu Dedi Mulyadi pun menanyakan uang perpisahannya dari siapa. Aura pun menjawab dari orangtua.

"Membebani gak," tanya Dedi.

"Ya membebani pak," kata Aura.

"Terus kalau tanpa perpisahan sekolah jadi bubar," kata Dedi.

"Gak pak. Kan ada lulusan hanya sampai SD, SMP dan SMA," kata Aura.

"Emang kalau tanpa ada perpisahan kehilangan kenangan, kenangan indah itu pada saat proses belajar tiga tahun," kata Dedi.

"Gak juga pak, saya ngerasa kalau udah lulus gak ada perpisahan itu gak bisa ngerasain gimana kumpul interaktif sama temen temen gitu pak," kata Aura.

"Terakhir, bayar gak," balas Dedi.

"Bayar pak," kata Aura.

"Sama siapa," balas Dedi.

"Sama orangtua pak," balas Aura.

"Rumah aja gak punya, bayar perpisahan. Gimana speak up-nya, harusnya speak up-nya begini, kritik gubernur karena gubernur membebani rakyat sekolah harus iuran, kritik gubernur karena orangtua dibebani untuk membayar sekolah, kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya senang. Ini kritik gubernur karena melarang perpisahan," kata Dedi.

Dedi pun menganggap Aura dibully karena logikanya tidak tetap berbicara hal tersebut. Ia pun mengambil kebijakan tersebut karena ingin menurunkan beban pembayaran orangtua karena sekolah gratis. Maka itu, orangtua tidak boleh ada lagi pengeluaran sekolah.

"Bila perlu ke sekolah jalan kaki, naik sepeda. Pulang sekolah jualan, agar anak Jawa Barat hebat," kata Dedi.

"Tapi kalau sekolahnya ada outclass, pakai jaket pulang sekolah motoran, orangtua rumah gak punya. Digusur nangis nangis," kata Dedi.

Dedi pun bercerita bahwa semasa mahasiswa dirinya selalu mengkritik pemerintah ketika pemerintah tidak memperhatikan pendidikan. Namun, ia merasa heran ketika pemerintah sedang berbuat benar dikritik.

"Bukan mengkritik, menurut saya perlakuan begitu gak adil pak," kata Aura.

"Buat siapa," tanya Dedi.

"Buat adik saya pak," balas Aura.

"Kamu mau perpisahan yaudah perpisahan sendiri aja gak bawa sekolah, kumpul-kumpul perpisahan tapi jangan melibatkan sekolah karena kalau melibatkan sekolah jadi memungut. Kepala sekolah dan guru dibully karena dianggap mencari untung," kata Dedi.

Perdebatan pun berjalan cukup panjang terkait kebijakan tersebut hingga membahas terkait penggunaan lahan negara di bantaran sungai. Dedi menyoroti gaya tinggi sedangkan kondisi tidak mampu.

"Logikanya dimana," tegas Dedi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement