REJABAR.CO.ID, CIREBON--Para nelayan di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, mengeluhkan parahnya pendangkalan di alur Sungai Selo Pengantin Citemu. Kondisi yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun terakhir itu membuat nelayan kesulitan saat hendak berangkat maupun pulang melaut.
Warga dan pemerintah desa setempat sudah mengajukan permohonan normalisasi sungai berulang kali, tercatat pada 2022, 2023, dan Mei 2025. Namun hingga kini, permohonan mereka itu belum mendapat tanggapan.
Seorang nelayan setempat, Sutirno mengatakan, para nelayan biasanya berangkat melaut pada malam hari. Namun, sungai dalam keadaan surut dan penuh lumpur sehingga perahu nelayan tidak bisa bergerak meninggalkan muara.
“Kita mau melaut tuh susah keluarnya karena sungainya dangkal, penuh lumpur. Jadi banyak yang akhirnya gak jadi melaut,” ujar Sutirno, Rabu (30/7/2025).
Sutirno bersama nelayan lainnya pun pernah mendatangi Pendopo Bupati Cirebon untuk mengadukan hal tersebut. Bupati Cirebon, Imron menerima pengaduan nelayan dan menandatangani surat permohonan normalisasi ke pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung (Cimancis). “Kalau bupati saja enggak ada taringnya, apalagi nelayan?” katanya.
Sutirno menyatakan, para nelayan rencananya akan menggelar demo jika permohonan mereka tak kunjung ditanggapi. Pasalnya, selama ini nelayan sudah lama bersabar menghadapi kondisi tersebut. “Kami hanya ingin sungai ini ini berfungsi lagi agar nelayan bisa melaut,” katanya.
Kondisi pendangkalan di Sungai Citemu sepanjang kurang lebih 500 meter dari jembatan hingga ke muara. Kondisi lumpur yang menumpuk di dasar sungai itu telah mematikan fungsi sungai sebagai jalur transportasi nelayan.
Ada sekitar 250 perahu yang dimiliki nelayan di daerah itu. Setiap perahu rata-rata berawak tiga sampai empat orang nelayan.
Kepala Desa Citemu, Herintiano mengaku, dalam setahun, pihaknya mengajukan dua sampai tiga kali surat permohonan pengerukan sungai ke BBWS. Namun, sejauh ini belum mendapat tanggapan yang mereka harapkan. “Kami hanya diminta nunggu kabar, terus begitu tiap tahun,” kata Herintiano.
Herintiano menjelaskan, mayoritas warganya menggantungkan hidup dari laut. Karenanya, saat sungai mengalami pendangkalan, maka kondisi ekonomi warganya jadi terhambat.
Ia mengakui, BBWS Cimancis pernah melakukan uji coba penyedotan lumpur pada 2024. Namun, kegiatan itu terhenti tanpa kabar lanjutan, termasuk kabar mengenai hasil uji coba tersebut.