REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Remaja merupakan masa bertumbuh dan berkembangnya kondisi spritual, fisik, psikologis dan kemampuan berfikir seorang manusia. Perubahan-perubahan tersebut adakalanya memunculkan berbagai macam konflik yang bersumber dari pergaulan antar remaja.
Salah satu kelompok remaja yang dianggap mudah untuk terlibat konflik adalah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang sering dicap sebagai pelaku kerusuhan atau tawuran antar sekolah.
Untuk menghilangkan labeling tersebut Fakultas Hukum Unisba yang di Ketuai oleh Abdul Rohman, dan beranggotakan Fabian Fadhly Jambak, Jejen Hendar, Makmur dengan didanai oleh LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian) Unisba, menggelar kegiatan sosialisasi bahaya tindakan perundungan yang dilakukan di SMK Bani Mahfud Sumedang, belum lama ini.
"Label negatif ini secara sadar perlu dihilangkan dengan cara-cara yang edukatif dengan mengedepankan penguatan dan pemahaman intelektual," ujar Abdul Rohman dalam siaran persnya, Senin (6/3).
Abdul Rohman berharap, upaya memperkuat pemahaman sebab dan akibat atas suatu perbuatan atau secara sederhana menunjukan sisi positif dan sisi negatif pada setiap tindakan yang didasari oleh pemikiran secara logis ini bisa mengurangi bulliying di kalangan pelajar.
"Ini kegiatan kami sebagai sumbangsih lembaga penelitian perguruan tinggi untuk meningkatkan peran para dosen dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah Pengabdian (Kepada Masyarakat)," katanya.
Topik yang diangkat, kata dia, berkaitan dengan berbagai macam dampak negatif dari bullying (perundungan), dengan narasumber Arinto Nurcahyono, Jejen Hendar, dan Abdul Rohman.
Secara singkat ketiga narasumber menyampaikan dampak negatif dari perilaku bullying (perundungan) berakibat pada hilangnya rasa percaya diri dari korban perbuatan tersebut.
Menurut Arinto, kehilangan kepercayaan diri korban berpengaruh juga terhadap perasaan kepada orang lain di luar lingkungan dirinya. "Kecenderungannya, bila tidak diatasi, dapat berakibat buruk yaitu munculnya keinginan untuk melakukan tindakan yang sama atas apa yang didapatnya," katanya.
Perilaku balas dendam tersebut, kata dia, merupakan hal yang harus dihindari dengan mengenali perilaku bullying. Ia menilai, guru harus menjadi peran utama untuk mencegah bulliying.
Karena, kata dia, korban bullying tidak hanya kehilangan rasa percaya diri, melainkan dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri. Seperti melukai diri sendiri, dikarenakan tidak terdapat cara lain untuk mengeekspresikan kekesalannya.
Bahkan lebih jauh, kata dia, korban bullying dapat melakukan percobaan bunuh diri dengan pemikiran hanya perbuatan itu yang dapat dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit yang diperolehnya.
"Para guru harus lebih memperhatikan perubahan perilaku dari siswa, yang seringkali tidak terlihat dikarenakan adanya ketakutan dari korban bullying untuk melaporkan dirinya sebagai korban," katanya.