Oknum polisi dan imigrasi
Praktik ilegal jual ginjal ini, tak luput juga dari peran serta seorang oknum anggota Polres Bekasi Kota Aipda M. Dalam bisnis jual ganjal terebut yang bersangkutan diduga menerima uang Rp 612 juta dari sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Selain itu terancam pidang, dia juga bakal diproses secara kode etik dan profesi atas pelanggaran yang dilakukannya. "Sekarang sudah jelas pidana ya, ancaman pidana. Tentu langkah-langkah pidana disertai dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Propam nantinya, baik itu melalui kode etik, apalagi oleh pidana," tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko kepada awak media, Jumat (21/7).
Namun Trunoyudo belum dapat membeberkan mengenai saksi pidana maupun etik yang bakal diterima Aipda M. Pastinya, yang bersangkutan dikenakan pasal 22 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo. Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Obstruction of justice/Perintangan penyidikan).
Kemudian untuk sanksi etik, kata Trunoyudo, akan diputuskan dalam sidang kode etik profesi. Tentunya melalui mekanisme yang telah diatur dan Trunoyudo enggan berspekulasi yang mendahului proses sidang.
Dia memastikan semua tersangka dalam kasus TPPO modus jual ginjal diproses hukum secara profesional. "Nanti putusannya seperti apa itu nanti melalui proses mekanisme sidang," kata Trunoyudo.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menegaskan akan menindak tegas siapa saja yang berupaya menutupi atau membekingi kasus TPPO. Tidak terkecuali oknum anggota Polri yang terbukti terlibat dalam perkara tindak pidana tersebut. Termasuk Aipda M yang diduga menghalangi-halangi penyidikan kasus TPPO modus jual ginjal.
"Dalam memberantas TPPO, apabila ditemukan beking-bekingan kami akan melakukan tindakan sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa terkecuali," tegas Karyoto.
Dalam kasus ini Polda Metro Jaya menangkap dan menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Ke-12 tersangka masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian selain Aipda M, juga seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Pegawai imigrasi Bali tersebut disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.