Selasa 24 Oct 2023 14:20 WIB

Olahan Ikan Darul Haqmal: Jaga Pangan dan Bantu Nelayan Lepas dari Jerat Tengkulak

Santri yang mondok gratis di Pesantren Darul Haqmal bisa mendapat penghasilan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Irfan Fitrat
Santri di Pesantren Darul Haqmal, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengemas produk olahan ikan.
Foto:

Untuk menjalankan bisnis pesantren itu, para santri diberdayakan. Kiai Asep mengatakan, santri di pesantrennya ini berasal dari berbagai daerah, tidak hanya dari sekitar Sukabumi. Ada juga yang dari Ciamis, Yogyakarta, bahkan Lampung. Latar belakang dan usianya pun beragam. Santri termuda berusia sekitar sembilan tahun dan yang tertua 54 tahun.

“Jumlah santri yang mondok juga fluktuatif. Kadang, kalau banyak, bisa ratusan. Selain yang jauh, ada juga penduduk sekitar, tetangga kecamatan,” ujar Kiai Asep.

Saat ini ada 24 santri yang mondok di Pesantren Darul Haqmal. Menurut Kiai Asep, lima orang di antaranya masih bersekolah. Sementara 19 orang lainnya biasa membantu usaha pesantren.

 

photo
Proses produksi produk olahan ikan yang merupakan bisnis Pesantren Darul Haqmal, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. - (Dok Ponpes Darul Haqmal)

 

Kiai Asep bersyukur adanya usaha olahan ikan itu dapat membuat pesantrennya tidak begitu bergantung pada donatur. Hasil usaha tersebut dapat memenuhi kebutuhan operasional pesantren dan para santri. Selain kebutuhan pangan terpenuhi, adanya bisnis olahan ikan ini diharapkan dapat menambah kemampuan para santri, bahkan santri juga bisa mendapatkan penghasilan.

Untuk santri yang rajin membantu bisnis pesantren ini, menurut Kiai Asep, bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu. Meskipun mendapatkan penghasilan, kata dia, santri tetap gratis mondok di pesantren.

Pengembangan usaha dan bantuan dari BI

Kiai Asep berupaya mengembangkan usaha olahan ikan pesantrennya ini. Saat ini, kata dia, 90 persen kebutuhan produksi sudah bisa terpenuhi, sampai tingkat pengemasan. Pesantrennya juga sudah memiliki gudang penyimpanan.

Menurut Kiai Asep, usaha pesantrennya ini mendapatkan dukungan dari pemerintah, mulai dari informasi bisnis hingga bantuan peralatan produksi. Kegiatan produksi pun mendapat bimbingan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Ada juga bantuan dari Bank Indonesia (BI). Kiai Asep mengatakan, sebagai UMKM binaan Kantor Perwakilan BI Provinsi Jabar, pihaknya mendapatkan bantuan cold storage berkapasitas 10 ton, yang pengoperasiannya memanfaatkan tenaga surya.

“Bagi kami itu luar biasa karena cold storage itu biaya operasionalnya mahal. Tapi, karena teknologi yang ditawarkan BI menggunakan tenaga surya, bagi kami terasa ringan,” katanya.

Hal itu dapat mengurangi biaya penggunaan listrik. Kiai Asep menjelaskan, jika menggunakan listrik, biaya operasional cold storage kapasitas 10 ton itu bisa mencapai sekitar Rp 13 juta. “Dengan tenaga surya, paling mahal saya mengeluarkan uang Rp 2 juta hingga 2,5 juta untuk biaya operasional cold storage,” ujar dia.

Kiai Asep berharap BI Jabar ke depan dapat membantu dari sisi permodalan. Menurut dia, tambahan modal bisa digunakan untuk pengadaan sarana transportasi yang dilengkapi fasilitas pendingin. Soal sarana tersebut selama ini menjadi kendala pengiriman produk ke luar daerah.

Menurut Kiai Asep, jika produk olahan ikan dimasukkan dalam freezer, daya tahannya bisa sampai tiga bulan. Sementara, jika di bawa di luar freezer, daya tahannya hanya sekitar 48 jam. Karenanya, ia tak berani mengirimkan produk olahan ikan itu ke daerah yang terlalu jauh.

Kiai Asep berharap pemasaran produknya bisa lebih luas, sehingga usahanya pun dapat berkembang. Untuk itu, kata dia, dibutuhkan sarana transportasi dengan fasilitas freezer agar pengiriman ke luar daerah dapat dilakukan lebih leluasa.

Suntikan modal pun dibutuhkan. Sementara ini, Kiai Asep mengaku belum mengakses bantuan modal dari perbankan. “Untuk sementara kami menggulirkan dulu dana yang ada karena ingin mengajarkan kepada para santri agar belajar berusaha dari nol dengan modal yang ada. Kemudian sisa-sisa kelebihan kita masukkan ke modal dan kebutuhan,” kata dia.

Dengan cara itu, Kiai Asep berharap bisa memotivasi para santrinya. “Ini kan semua anak-anak berasal dari jalan, tidak mampu. Kalau kita kasih contoh dengan modal yang besar untuk berusaha, nanti mereka tak semangat,” ujar dia.

Selain bisnis olahan ikan, Kiai Asep mengatakan, pesantrennya kini tengah berupaya mengembangkan budi daya padi. Hal ini menjadi bagian dalam upaya menjaga ketahanan pangan. 

Budi daya padi dilakukan di atas kolam. Caranya, sekitar lima-enam tanaman padi dimasukkan dalam satu gelas plastik bekas, lalu ditempatkan pada bambu. Untuk pengairannya, kata Kiai Asep, disalurkan melalui lubang jarum yang dibuat pada gelas plastik. “Ini masih dikembangkan. Sekarang kebetulan saya punya banyak teman dari pertanian, jadi masih uji coba,” kata Kiai Asep.

Budi daya sayuran dengan cara hidroponik

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement