REJABAR.CO.ID, BANDUNG -- Gelombang PHK, pada 2023 masih terjadi di Provinsi Jawa Barat (Jabar). Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jabar Teppy Wawan Dharmawan berdasarkan data dari BPJS, tahun lalu 950 ribu lebih pekerja mengalami PHK oleh perusahaannya.
Menurutnya, kondisi perang antara Ukraina-Rusia dan Palestina-Israel turut memberikan dampak menurunnya produktivitas perusahaan di Jabar, mengingat mayoritas produk adalah untuk ekspor.
Selain itu, kata dia, kontestasi tahapan Pemilu 2024 yang tengah berlangsung juga turut memengaruhi. Dimana kata dia, banyak perusahaan masih menunggu dan belum berani jor-joran karena khawatir terdampak kebijakan politik. "Selain situasi politik sekarang, banyak yang wait and see. Bertahan, tidak ekspansi. Tapi ada juga yang mengejutkan saya, adanya demo, aksi unjuk rasa (yang dilakukan para buruh) itu juga menjadi salah satunya (PHK)," katanya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Ning Wahyu Astutik mengatakan, Apindo mencatat setidaknya ada 28 perusahaan yang telah berhenti beroperasi di Jabar dan berencana melakukan relokasi ke provinsi lain di Indonesia. Jumlah tersebut hasil catatan Apindo sejak 2022 hingga 2023.
Beberapa industri tersebut relokasi dari beberapa daerah di Jabar seperti Karawang, Sukabumi, Purwakarta, dan lainnya. Alasannya upah buruh yang dianggap cukup besar jika dibandingkan dengan beberapa daerah di Jawa Tengah.
“Lebih ke perusahaan padat karya, mereka sangat rentan terhadap upah. Bisa dibayangkan kalau bedanya Rp 1 juta atau lebih itu akan gimana. Makanya perusahaan yang ada di sini memilih relokasi,” kata Ning.
Namun, kata Ning, Jabar masih memiliki daya tarik bagi industri padat karya. Buktinya, ada tiga pabrik sepatu yang akan segera beroperasi di Cirebon. Jabar juga, memiliki infrastruktur yang memadai untuk menunjang mobilitas produk industri.