REJABAR.CO.ID, BANDUNG---DPRD Kota Bandung saat ini tengah membahas soal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH). Pembahasan Raperda ini, dilakukan oleh Pansus 7. Salah satu poin yang dibahas yakni upaya mengajak dan mengedukasi masyarakat agar peduli pada lingkungan di Kota Bandung, terutama lingkungan sekitar.
Anggota Pansus 7, Rizal Khairul menjelaskan, poin pertama Raperda ini adalah bagaimana masyarakat punya kesadaran kaitan perlindungan lingkungan sekitar. "Karena sampai saat ini masyarakat terkesan kurang peduli terhadap lingkungan hidup," ujar Rizal, Senin (4/3/2024).
Menurutnya, peraturan daerah ini nantinya memiliki masa berlaku kurang lebih 30 tahun dengan tahap per 10 tahun. Sehingga kebermanfaatannya bukan untuk generasi kita sekarang, tapi anak cucu ke depan. Targetnya, paling lambat Agustus tahun ini bisa segera disahkan.
"Kita masih membahas Raperda ini, mudah-mudahan sebelumnya masa jabatan anggota DPRD Kota Bandung habis atau paling lambat Agustus sudah disahkan," katanya.
Rizal mengatakan, perlindungan terhadap lingkungan hidup harus menjadi program. Tentunya, ini juga perlu adanya kesadaran masyarakat untuk ikut serta melindungi lingkungan, paling tidak lingkungannya untuk kenyamanan sendiri.
Dengan adanya Raperda ini, kata dia, maka pemerintah harus berupaya mengedukasi masyarakat kaitan dengan lingkungan hidup. Terutama dalam pola atau pembangunan infrastruktur yang memang harus diciptakan untuk dipelihara oleh masyarakat itu sendiri. "Pemerintah harus memberikan regulasi atau batasan batasan mana yang boleh dan tidak dibangun," katanya.
Selama ini, kata dia, masyarakat kadangkala tidak memperhatikan itu, apalagi dalam kondisi pembangunan rumah hanya beberapa petak, masyarakat itu hanya berpikir 'untung punya rumah', tetapi tidak memperhatikan lingkungan.
Melalui perda ini, kata dia, masyarakat diajak untuk melindungi lingkungan, minimal di lingkungan sendiri. Selain itu, masyarakat juga bisa melakukan pengawasan. Misalnya ketika ada warga yang membangun rumah besar dengan efek kaca, masyarakat yang lihat bisa melaporkannya.
"Masyarakat juga bisa ada fungsi kontrolnya karena itu juga menyebabkan rusaknya lingkungan. Atau ada program drumpori magotisasi bisa ikut serta terlihat karena itu juga sebagai upaya menjaga lahan," katanya.
Dalam pembangunan, kata Rizal, pembahasan kemungkinan juga diusulkan. Misalnya dalam sebuah pembangunan, 80 persen bangunan dan 20 persen untuk ruang terbuka hijau. Meski memang dalam praktiknya, kadangkala tidak seperti itu, masih banyak yang abai.
"Tapi aturan itu harus dipertahankan dalam konteks rancangan yang sedang dibahas. Kita identifikasi masukan dalam raperda ini. Sebanyak 20 persen untuk RTH, 80 persen bangunannya, harusnya lebih tapi lahan kita terbatas, " katanya.