REJABAR.CO.ID, BANDUNG----Bus Trans Putera Fajar yang terguling di Jalan Ciater, Subang, Sabtu (11/5/2024) lalu dan menewaskan 11 orang ternyata pernah mengalami kebakaran sebelumnya. Bahkan, nama pengelola bus pun berganti setelah terbakar yaitu Trans Maulana Jaya menjadi Trans Putera Fajar agar masih bisa disewakan.
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas Polda) Jawa Barat Kombes Pol Wibowo mengatakan, bus yang ditumpangi pelajar SMK Lingga Kencana Depok sebelumnya sempat mengalami kebakaran di KM 88 ruas tol Cipularang pada 27 April lalu. Setelah insiden itu, pengusaha bus dan pemilik bengkel yang kini menjadi tersangka AI serta pengelola A memperbaiki bus dan mengubah nama bus agar tidak dikenali bahwa pernah terbakar.
"Yang bersangkutan (A) mengakui bus tersebut pernah terbakar dan mengusulkan mengganti nama," ujar Wibowo, Rabu (29/5/2024).
Ia mengatakan nama bus saat terbakar yaitu Trans Maulana Jaya dan setelah kejadian kebakaran diganti menjadi PO Trans Putera Fajar. Tujuannya, Wibowo mengatakan agar bus yang terbakar tidak dikenali sehingga masih bisa disewakan ke masyarakat. "Tujuan agar bus terbakar tidak dikenali sehingga masih bisa disewakan," katanya.
Menurutnya, perbaikan yang dilakukan terhadap bus setelah terbakar hanya seputar sistem kelistrikan dan interior. Kedua tersangka tidak melakukan perawatan secara menyeluruh.
Wibowo melanjutkan tersangka A tidak melakukan perawatan rutin khususnya terhadap rem. Selain itu tersangka mengetahui terdapat masalah teknis terhadap kendaraan. "Yang bersangkutan mendapat laporan dari S (sopir) bahwa mobil dalam kondisi bermasalah. Namun, yang bersangkutan tidak memerintahkan berhenti," katanya.
Tidak hanya itu, ia mengatakan tidak terdapat standar operasional prosedur dalam mengatasi bus yang bermasalah saat beroperasi dan mengangkut penumpang.
Wibowo menambahkan bus yang membawa pelajar tersebut tidak laik jalan sebab KIR bus kedaluwarsa dengan masa habis berlaku tanggal 6 Desember tahun 2023. Selain itu, fungsi rem tidak berfungsi dengan baik dan ditemukan kompresor berisi oli dan air yang seharusnya berisi angin. "Jarak kampas rem standar 0,45 sentimeter diubah menjadi 0,3 sentimeter.
Begitu pun dengan minyak rem setelah dilakukan pemeriksaan oil indikator, lampu merah menandakan minyak rem tidak layak digunakan," kata dia.
Selain itu terjadi kebocoran yang membuat tekanan angin untuk menggerakan hidrolik tidak bekerja maksimal. Kekuatan rem menjadi tidak berfungsi.
Kedua tersangka dijerat pasal 311 undanf-undang lalu lintas juncto pasal 55 KUHP subsider dan atau pasal 359 KUHP. Dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda Rp 24 juta dan atau denda pidana selama 5 tahun.