REJABAR.CO.ID, SUKABUMI -- Raya Idul Adha atau Idul Kurban 2025 memang sudah berlalu. Namun nilai-nilai dan makna yang terkandung dari kurban sangat besar. Salah satunya kurban identik dengan sarana untuk mendekatkan berbagai golongan berbeda sebagai perwujudan rasa kebangsaan yang kuat dan telah terjalin lama di Indonesia.
Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, Dr Najih Arromadloni, menjelaskan bahwa kurban memiliki peranan kuat dalam menjembatani perbedaan keimanan di Indonesia. Menurutnya, tidak hanya umat Islam saja yang memberikan daging kurban kepada umat lainnya, namun juga umat non-muslim ikut memberikan hewan kurban kepada umat Islam untuk disembelih dan dibagikan pada masyarakat sekitar.
Selain itu, menurut dai dan akademisi yang akrab disama Gus Najih ini, ibadah kurban juga dapat dimaknai dengan luas karena esensinya yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial pada masyarakat secara luas.
"Makna kurban ini kan luas, termasuk adalah mengorbankan ego kita. Artinya, ketika kita berhubungan dengan orang-orang yang berbeda, baik secara agama, suku, ataupun afiliasi keagamaan, kita harus mengorbankan ego masing-masing. Dengan demikian, kurban dapat memberikan ruang kepada orang lain untuk berbeda dengan kita," kata Gus Najih di Sukabumi, Kamis (12/6/2025).
Gus Najih berpendapat, hanya dengan berhasilnya masing-masing individu dalam masyarakat mengorbankan egonya, kehidupan yang harmoni bisa dicapai. Apabila masih ada anggapan dalam suatu kelompok bahwa merekalah yang lebih superior, baik secara nilai sosial ataupun agama, maka akan sulit untuk mewujudkan kerukunan sesama anak bangsa. Lebih jauh lagi, hal ini berpotensi menimbulkan konflik hingga kekerasan horizontal.
Terkait relevansi simbolisme kurban terhadap penghayatan Indonesia sebagai sebuah bangsa, Gus Najih menekankan pentingnya pengorbanan masing-masing warga negara sesuai dengan kapasitasnya. Semua elemen anak bangsa harus memperjuangkan kemakmuran dan keamanan secara bergotong-royong dengan harapan mengantarkan Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera.
Ia menilai, terselenggaranya ibadah kurban dengan sangat terbuka dan merata di seluruh wilayah di Indonesia adalah buah dari penetapan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang sejatinya inklusif dan toleran terhadap perbedaan golongan dan keyakinan. Indonesia telah memiliki pondasi konstitusional yang kuat sejak awal pendiriannya, sehingga generasi bangsa saat ini bisa mensyukuri situasi keberagaman yang damai dan menjunjung tinggi aspek tenggang rasa.
"Masyarakat Indonesia bisa mensyukuri hadirnya Pancasila sebagai landasan bernegara kita karena kemampuannya untuk menjadi titik temu kemajemukan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, berbagai penyelenggaraan ibadah seperti hari raya kurban ataupun ritual umat lainnya sudah sepantasnya dilindungi dan dijamin sebagai bentuk pengamalan Pancasila. Alangkah disayangkan jika masih ada pihak yang alih-alih berkorban bagi sesama manusia, malah justru memperkeruh keadaan masyarakat dengan melakukan klaim kebenaran secara sepihak," papar Gus Najih.
Ia berpesan agar masyarakat Indonesia bisa menjadikan berbagai perayaan hari besar sebagai ajang silaturahmi diantara sesama, termasuk hari raya kurban.
Dirinya menekankan kembali bahwa hari raya kurban ini jangan hanya dimaknai sebagai penyembelihan hewan saja tapi melupakan maknanya yang begitu dalam. Berkurban adalah sebuah filosofi bagaimana seorang manusia bisa mempersembahkan apa yang ia cintai sebagai bentuk ketaatan terhadap Tuhannya, sekaligus memberikan maslahat bagi umat manusia.
"Apa pun yang kita cintai bisa kita berikan sebagai pengorbanan atau persembahan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Bisa jadi kita mengorbankan pikiran, tenaga, bahkan jiwa serta raga bagi bangsa dan negara, sebagai bentuk rasa syukur dan kontribusi untuk bumi pertiwi. Mungkin saja apa yang kita miliki hanya kita manfaatkan seorang diri, tapi dengan mengorbankannya demi kepentingan yang lebih besar, berarti kita telah mencapai hakikat dari ibadah kurban yang sesungguhnya," ujar Gus Najih.