Sabtu 18 Mar 2023 16:31 WIB

Kritik Sabil ke Ridwan Kamil tentang Jas Kuning Dinilai Valid

Seharusnya Sabil tak dipecat karena mengkritik pemimpin.

Red: Karta Raharja Ucu
Guru honorer SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, Muhammad Sabil Fadhilah dipecat usai membuat mengomentari video Ridwan Kamil dengan kata menggunakan kata maneh.
Foto: @sabilfadhillah
Guru honorer SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, Muhammad Sabil Fadhilah dipecat usai membuat mengomentari video Ridwan Kamil dengan kata menggunakan kata maneh.

REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemecatan Muhammad Sabil sebagai guru honorer di Cirebon usai mengkritik Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menuai pro dan kontra di masyarakat. Walau sudah membuat klarifikasi, tetapi Koordinator Beyond Anti Corruption (BAC), Dedi Haryadi menilai Ridwan Kamil harus tetap bertanggung jawab atas direct message (DM) Instagramnya ke akun sekolah SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon.

Dedi berkata, pangkal permasalahan yang membuat Sabil melayangkan kritik kepada Ridwan Kamil karena saat melakukan zoom dengan murid SMPN 3 Kota Tasikmalaya, ia menggunakan atribut milik partai. Seharusnya Sabil tidak kehilangan pekerjaan karena mengkritik pimpinan atau pejabat dengan valid dan mendasar.

Langkah Ridwan Kamil yang melakukan DM Instagram kepada Sabil dan pihak sekolah menurut Dedi berlebihan. "Justru dengan melakukan DM dan membuat Sabil kehilangan pekerjaan, itu merupakan langkah zalim dan salah," kata dia dalam keterangannya.

Dedi melihat DM yang dilakukan Ridwan Kamil tersebut bukan lagi mencerminkan pemimpin mau dikritik. DM tersebut menurut Dedi merupakan langkah ketidaksukaan Ridwan Kamil terhadap kritik yang dilontarkan Sabil. Langkah itu juga dinilai Dedi justru bertentangan dengan jargon Ridwan Kamil yang selama ini mau menerima kritik dari masyarakat.

Menurut Dedi wajar saja jika Sabil mengkritik Ridwan Kamil saat itu. Sebab pada saat Zoom dengan murid SMPN 3 Kota Tasikmalaya, Ridwan Kamil menggunakan atribut mirip dengan Partai Golkar yakni jas berwana kuning. Dedi menilai langkah Ridwan Kamil yang menggunakan jas mirip Partai Golkar tersebut seperti hendak melakukan kampanye, apalagi Ridwan Kamil saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Pemilih Partai Golkar.

“Motif menggunakan jas kuning ini sudah pasti politik untuk mendapatkan dukungan suara. Sehingga valid dan sah kritik dari Sabil," kata Dedi.

Harusnya, masih kata Dedi, ketika menghadiri acara kedinasan, pakaian yang dipakai tak boleh menggambarkan salah satu partai. "Kalau dia menggunakan pakaian dinas atau pakaian pada umumnya, mungkin masalah ini tak akan terjadi. Ridwan Kamil tak memiliki etika ketika melakukan zoom meeting tersebut," ucap Dedi.

Ia menilai, ketika acara kedinasan, apalagi di sekolah, Ridwan Kamil seharusnya dia tak boleh menggunakan atribut partai. "Jadi menurut saya masalah utamanya ada di Ridwan Kamil sendiri,” kata Dedi.

Dedi prihatin dengan bergesernya narasi menjadi penggunaan kata 'maneh' yang ia tuliskan dalam kolom komentar akun Instagram Ridwan Kamil. Padahal esensi kritik yang dilontarkan Sabil ke Ridwan Kamil sangat penting dan krusial sekali, yaitu Ridwan Kamil tidak netral ketika menghadiri acara kedinasan.

Harusnya sebagai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bisa memberi contoh yang baik tentang mentalitas yang benar sebagai pemimpin. Justru saat ini isunya bergeser ke cara Sabil bertanya. Penggunaan kalimat 'maneh' bisa menjadi perdebatan yang panjang karena sebagian besar orang Cirebon atau Pantura biasa menggunakan kalimat 'maneh'.

"Menurut sebagian besar masyarakat Sunda di Pantura, ini tidak kasar. Sebab ini menyangkut dialek sebagian besar masyarakat Sunda di Pantura. Berbeda dengan masyarakat Periangan tengah atau selatan. Ini sama kaya penggunaan kata bahasa Jawa krama inggil dan bukan. Jika bahasa Pantura diframing ke Periangan tidak tepat. Sehingga masalah sopan atau tidak itu bisa diperdebatkan,” ucap Dedi.

Menurut Dedi saat ini masyarakat Jawa Barat harus memprotes langkah pemecatan terhadap Sabil. Meski Ridwan Kamil mengklaim ia tak memiliki kewenangan di sekolah swasta, namun jabatan politis yang dimilikinya bisa memulihkan hak dan kewajiban Sabil. Jika Sabil tak bisa lagi memiliki pekerjaannya lagi, harusnya Ridwan Kamil bisa mencarikan posisi yang pas buat dia.

“Kalau sampai Sabil kehilangan pekerjaan, maka Ridwan Kamil sebagai pemimpin yang zalim. Publik bisa kehilangan kepercayaannya kepada Ridwan Kamil jika ia melakukan kezaliman. Bisa jadi elektabilitasnya yang saat ini cukup baik akan terperosok,” ujar Dedi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement