Modus NII terus berubah
Modus yang dilakukan NII terus berubah karena dimunculkan oleh media massa. Terakhir, kata dia, pada 2011 muncul kasus makar NII di Semarang. Lalu, pada 2012 Panji Gumilang ditangkap karena kasus dokumen palsu.
"Tahun 2012 ketika Panji Gumilang dipenjara, kan itu masih muncul besar-besaran bahwa cara-cara modusnya begitu. Nah sekarang berubah modusnya, menggunakan legal formal. Cuma kan sama nipu juga. Sementra, masyarakat ikhlas saja karena tahunya cuma buat anak yatim," jelas Sukanto.
Sukanto mengatakan, para kader diwajibkan untuk menyetor dana ke Al Zaytun karena merupakan jihad. Namun, polanya selaluy berubah-ubah dari waktu ke waktu. Pada saat menjadi kader NII, Sukanto sendiri pernah mencuri untuk menyetor dana.
“Dari dulu waktu zaman saya masuk ke dalam saya harus nyuri, harus ngerampok. Pola itu sampai tahun 2019 dari tahun 1991. Itu operasionalnya macam2-macam. Bahkan, ada yang menjual diri dan sampai dibukukan, Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur,” kata Sukanto.
Lalu setelah dihantam terus, NII kemudian membuat ormas Masyarakat Indonesia Membangun (MIM) yang bergerak di bidang ekonomi. Menurut dia, ormas ini mencari dana dengan membentuk koperasi.
“Lalu setelah dihantam oleh masyarakat, dia beurbah jadi ormas. Terus ormas ini nyari dananya lewat koperasi. Merkea bikin koperasi dan macam-macam, tapi tetap nyuri,” ujar Sukanto.
Setelah MIM, kemudian ada lagi program NII yang bernama Jalan Menuju Masyarakat Sejahtera (JAMMAS). Dalam program JAMMAS ini, menurut Sukanto, setiap orang ditarget dalam waktu tiga bulan harus menyetorkan Rp 300 juta.
“Nah itu lah salah satunya dengan cara membentuk lembaga-lembaga formal maupun non formal yang berkamuflase sebagai yatim piatu dan panti asuhan. Tetap kewajibannya untuk setor itu ada,” ucap dia.