REJABAR.CO.ID, JAKARTA -- Pekan ini Bareskrim Polri akan melaksanakan gelar perkara kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Pimpinan Pondok Pesantren (ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang. Saat ini, sebanyak 145 dari 367 rekening terkait kegiatan Al Zaytun dan Panji Gumilang dibekukan oleh pemerintah.
"Minggu ini akan diadakan gelar perkara," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan dalam keterangannya kepada awak media, Selasa (8/8/2023).
Menurut Whisnu, gelar perkara dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana dalam perkara dugaan TPPU tersebut. Namun saat ini, penyidik Bareskrim Polri masih melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan TPPU tersebut. "Saat ini masih penyelidikan," ungkap Whisnu.
Dalam kasus dugaan TPPU ini, kata Whisnus, pihak penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap Panji Gumilang sebagai saksi pada Senin (7/8/2023) kemarin. Tidak hanya Panji, penyidik juga memeriksa 6 orang saksi lainnya yakni MJ selaku pengawas Yayasan Pesantren Indonesia. Kemudian saksi berinisiaal AS selaku pengurus Ponpes Al-Zaytun MN selaku orang tua santri Al-Zaytun, lalu mantan simpatisan Panji Gumilang berinisial AS, S, dan AH.
Selain melakukan pemeriksaan terhadap para saksi, Whisnu mengatakan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan stakeholder terkait. Seperti, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga Kementerian Agama.
Saat ini Panji Gumilang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama. Penyidik juga melakukan penahanan terhadap Panji Gumilang di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri selama 20 tahun ke depan. Penetapan status tersangka dilakukan usai pihaknya melakukan gelar perkara dan semua sepakat untuk dinaikkan sebagai tersangka.
"Dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim selama 20 hari sampai tanggal 21 Agustus 2023," kata Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Adapun Panji Gumilang dijerat Pasal 156 A tentang penistaan agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.