REJABAR.CO.ID, BANDUNG — Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) Bey Machmudin menyampaikan penghitungan upah minimum provinsi (UMP) 2024 akan menggunakan ketentuan baru. Begitu juga upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Ketentuan baru itu sudah dikeluarkan pemerintah pusat, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. “Kami menggunakan PP 51/2023 tentang Pengupahan. Di situ ada formula untuk rumus kenaikan upah minimum dan indeks atau alfa yang memiliki rentang 0,1 sampai 0,3,” ujar Bey, Senin (13/11/2023).
Penghitungan upah minimum dengan formula dalam PP 51 Tahun 2023 mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, juga indeks tertentu (yang disimbolkan dengan alfa). Disebutkan indeks tertentu itu ditentukan oleh Dewan Pengupahan daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata atau median upah. Selain itu, pertimbangan lainnya dapat berupa faktor-faktor yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan.
Karena ketentuan pengupahan sudah diterbitkan, Bey meminta Dewan Pengupahan Provinsi Jabar untuk segera berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan penghitungan UMP. Begitu pula pihak terkait di kabupaten/kota. “Jadinya saya harap Dewan Pengupahan segera merumuskan upah minimum di antara 0,1 dan 0,3 itu di alfanya. Hari ini atau besok di-share ke Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) masing-masing kabupaten/kota,” kata Bey.
Ditanya soal penolakan dari serikat buruh atau pekerja terhadap ketentuan baru terkait pengupahan itu, Bey mengaku akan berupaya melakukan pertemuan. Namun, kata dia, menunggu terlebih dahulu keputusan di kabupaten/kota. “Insyaallah, penetapan UMP dan UMK akan sesuai dengan waktu yang ditentukan,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jabar Roy Jinto Ferianto menyatakan, buruh menolak penerapan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam penghitungan upah minimum.
“Kaum buruh menolak formula perhitungan penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP 51 Tahun 2023 karena sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum,” kata Roy.