REJABAR.CO.ID, BANDUNG-- Anggota DPRD Kota Bandung menemui warga secara langsung untuk menyosialisasikan produk Peraturan daerah (Perda) di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing. Salah satunya, seperti yang dilakukan Anggota DPRD Kota Bandung Juniarso Ridwan aktif menyosialisasikan Perda tentang minuman beralkohol (minol).
"Jadi kami melakukan sosialisasi sesuai dengan Pansus dan Perda yang kami bahas,” ujar Juniarso, Selasa (27/2/2024).
Juniarso sendiri merupakan anggota Pansus 9 DPRD Kota Bandung, yang membahas tentang revisi Perda No 10 tahun 2011 tentang minuman beralkohol. Sehingga saat sosialisasi di Dapilnya, yang disampaikan terkait Perda tersebut.
"Karena saya pansus 9, maka yang saya sampaikan ke warga adalah peraturan mengenai minuman beralkohol,” katanya.
Juniarso menjelaskan, beberapa yang disampaikan di antaranya, kandungan yang diperbolehkan ada dalam minuman beralkohol tersebut sebanyak 5 persen hingga 20 persen. Selain itu, yang boleh mengkonsumsi adalah mereka yang berusia 21 tahun ke atas.
"Sehingga, jika ada anak di bawah umur yang bisa mengonsumsi minol, maka itu merupakan satu pelanggaran,” katanya.
Selain itu, kata dia, yang juga diatur dalam Perda ini adalah, boleh menjual minol hanya di tempat-tempat tertentu. Yaitu tempat di mana menyediakan bar. “Jadi boleh, hotel restoran, atau cafe menjual minol, tapi harus ada barnya,” katanya.
Juniarso berharap, masyarakat bisa melakukan pengawasan semaksimal mungkin. Agar, tidak terjadi pelanggaran. Apalagi, izin menjual minol ada di pemerintah pusat.
"Secara umum, masyarakat tidak khawatir dengan menjamurnya minol yang dijual secara bebas. Yang jelas pengawasan yang dilakukan cukup ketat,” katanya.
Oleh karena itu, kata Juniarso, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk melakkan pemantauan, jika di lapangan ditemukan pelanggaran maka bisa langsung melaporkan. Karena, meskipun perizinan ada di pemerintah pusat, namun untuk penindakan jika ada pelanggaran, tetap ada di pemerintah kota dalam hal ini satpol PP.
“Bahkan jika ada pelanggaran, pelanggar bisa dikenakan sanksi sebesar Rp50 juta. Pelanggaran ini bisa dikoordinasikan dengan pemerintah pusat. Sehingga jika memang dinyatakan bersalah, maka izin pengusaha bisa dicabut oleh pemerintah pusat,” paparnya.