REJABAR.CO.ID, BANDUNG-- Ratusan anak disabilitas mengikuti kegiatan Kala Renjana Volume 2 di Kawasan Hutan Cikole Lembang, Kabupaten Bandung Barat, akhir pekan lalu. Acara yang digelar Tangkal Pinus ini diisi sejumlah kegiatan, di antaranya talk show yang menghadirkan dr Purboyo Solek, SpA Subsp Neurologi yaitu dokter spesialis anak sub spesialis neorologi anak. Selain itu, ada kegiatan melukis, menanam pohon, makan siang, dan hiburan musik.
Menurut Supervisor Marketing Tangkal Pinus, Roy Dinata, Kala Renjana Volume 2 berkolaborasi dengan NBP Center untuk berbagi kebahagiaan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. NBP Center adalah organisasi nirlaba yang berisi dokter anak, spesialis anak, dan dokter dengan sub spesialis anak berkebutuhan khusus.
“Seperti yang hari ini terlaksana, kita ada kegiatan melukis, menanam pohon pinus dan damar, entertainment, ada penampilan dari NBP Centre juga. Hasil lukisan anak-anak tersebut, kita pajang langsung di beberapa titik,” ujar Roy.
Roy mengatakan, Kala Renjana memiliki makna waktu yang berbahagia. Karena itu, CEO Tangkal Pinus, Astrid Rijker, memberikan amanat supaya menggelar event berbagi kebahagiaan dengan teman-teman berkebutuhan khusus. Misalnya Kala Renjana Volume 1 dilaksanakan berkolaborasi dengan sahabat tuli.
“Kita berbagi sedikit kebahagiaan, mulai memberi kegiatan menanam, melukis, makan siang bersama, lalu menyajikan entertainment,” katanya.
Kala Rejana, kata dia, digelar setiap tahun dengan waktu yang disesuaikan kebutuhan dan berkolaborasi dengan teman-teman berbeda. Mungkin Kala Renjana Volume 3 akan digelar dengan dengan teman-teman yang lain.
“Kita ingin berbagi kebahagiaan, mungkin mereka itu selama ini kurang terperhatikan. Maka kita beri perhatian khusus ke teman-teman yang jarang mendapatkan hal seperti ini. Di masyarakat pun ada pandangan lain, makanya kita spesialkan kepada teman-teman yang berkebutuhan khusus. Jadi ini event charity Tangkal Pinus yang ingin berbagi kebahagiaan,” paparnya.
Sementara menurut dr Purboyo Solek, Sp. A. Subsp Neurologi, anak-anak yang hadir di Kala Renjana Volume 2 memiliki beragam diagnosis. Misalnya ada anak autism spectrum disorder, yaitu saat masih kecil terganggu untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan ada perilaku-perilaku maladaptif.
“Misalnya ada yang sering tangannya digetar-getarkan, memutar badannya atau spinning, atau lihat sesuatu itu dengan cara pandang gazzing. Atau bisa juga menstimulasi dirinya dengan melihat jari tangannya saja dan tidak diam,” katanya.
Purboyo mengatakan, anak-anak tersebut jarang yang kemudian bisa berubah menjadi orang yang bisa diterima masyarakat secara umum. Sebagian besar atau sekitar 75 persen tidak berubah. Sisanya sebanyak 25 persen, bisa beraktivitas normal.
“Kalau pun berubah, IQ-nya di bawah rata-rata normal,” kata dokter yang praktik di RS Melinda 2 Kota Bandung.
Purboyo juga menyebutkan ada yang disleksi, cebral paulsy atau gangguan motorik yang disebabkan ada kerusakan di otaknya sebelum anak usia dua tahun. “Untuk bisa memahami anak-anak ini tidak mudah. Peranan orang tua sangat penting. Sementara orang tua ingin, apapun keadaannya itu anak harus sekolah. Padahal tidak semua anak bisa sekolah, karena yang bisa sekolah itu mereka yang ber-IQ normal atau IQ di atas 90-110,” paparnya.
Di sisi lain, kata Purboyo, peran pemerintah pun menjadi penting. Selama ini pemerintah sudah menyediakan wadah dalam bentuk sekolah, yatu sekolah inklusi dan sekolah luar biasa (SLB). Hanya mungkin yang harus diperbaiki untuk modul atau program di sekolah harus tidak sama dengan anak-anak yang normal.
“Sekarang ini tidak pas kurikulumnya, karena anak-anak yang seperti ini dengan beragam IQ yang dimiliki, beragam diagnosis, dia punya pola IQ yang berbeda-beda, dan hampir sebagian di bawah rata-rata nirmal. Makanya harus dibuatkan Individual Educatinal Program sendiri. Masing-masing anak, walaupun sama diagnosisnya, maka harus beda penanganannya,” paparnya.